Film Ancika: Dia Yang Bersamaku 1995; Romantisme Dilan dalam Bayang Milea

Sumber: IMDb

 Jika dia memang terbaik untukmu, saat ini kamu pasti masih bersamanya. 

Dalam hidup, tentu ada satu masa ketika kita merasa menemukan seseorang yang tepat. Seseorang yang dirasa dapat mengerti dan selalu tampak sempurna di mata kita. Rasanya, tak perlu lagi mencari ke mana pun itu ketika berhasil menemukan seseorang itu. Namun, ya, namanya juga manusia. Punya ego dan perasaan yang barangkali tak pernah bisa dimengerti—bahkan oleh pasangan sekalipun.  

Gambaran di atas tampaknya terwakili oleh kisah Dilan dalam berbagai filmnya. Dilan—dalam beberapa film sebelumnya—digambarkan sebagai seorang anak SMA yang begitu mencintai kekasihnya, Milea. Usaha Dilan mendapatkan cinta Milea digambarkan dalam film Dilan 1990. Selanjutnya, pahit-manis romansa Dilan dan Milea dihadirkan dalam film Dilan 1991. Akhirnya, akhir cinta Dilan dan Milea—walaupun di akhir film Dilan 1991 sudah mengindikasikan adanya perpisahan—dikuatkan dalam film Milea: Suara dari Dilan. 

Agaknya tak perlu saya jelaskan secara panjang lebar di sini, ya. Saya yakin para pembaca sudah tahu bagaimana ceritanya. Kalau belum, ya, nonton dulu saja. Hehe. 

Saya termasuk orang yang “ketinggalan zaman” dari vibes kisah Dilan dari tiga film sebelumnya. Saya merasa enggak begitu tertarik terhadap filmnya. Saya merasa, ya, memang kisah cinta masa SMA akan selalu seperti itu—selalu common dan punya pola yang berulang. Sampai akhirnya, saya dengar lagu Kita Pernah Ada milik Iqbaal Ramadhan yang jadi OST film Milea: Suara Dari Dilan. Akhirnya, sampailah juga saya pada kesempatan untuk maraton nonton film Dilan. 

Sebelum rilisnya film Ancika: Dia yang Bersamaku 1995, cerita Dilan berhenti di film Milea: Suara Dari Dilan. Film yang menggambarkan pov dan suara dari Dilan untuk menjawab segala pikiran-pikiran negatif Milea. Mulai upaya balas dendam Dilan terhadap geng motor yang tak pernah terjadi, kematian Akew yang bukan akibat ulah geng motor, sampai usaha Dilan menjauhi Milea dengan mengaku sudah mempunyai kekasih baru. Kenyataan-kenyataan itu nyatanya tak pernah diketahui Milea. Hanya Dilan dan penonton saja yang tahu akan hal itu. 

Teka-teki tentang kehidupan Dilan yang tiba-tiba muncul di akhir film Milea: Suara Dari Dilan terpecahkan dalam film terakhirnya ini. Dalam film ini, Dilan telah dewasa dan jadi mahasiswa di ITB. Pertemuannya dengan keponakan Anwar—sahabatnya—bernama Ancika Mehrunisa Rabu membawa angin segar bagi Dilan. Dengan gaya yang absurd dan nyeleneh seperti Dilan yang penonton kenal, mendapat “lawan” yang sepadan, yakni Ancika. 

Jika Milea dalam ketiga film Dilan sebelumnya ditampilkan sebagai seorang perempuan polos dan melankolis, Ancika digambarkan sebagai seorang perempuan yang tegas, berani, dan punya pendirian yang kuat—walaupun pada akhirnya tekadnya luluh juga oleh kharisma Dilan. 

Secara alur cerita, bagi saya, film ini mengingatkan penonton kepada film Dilan 1990 di mana intinya adalah usaha Dilan mendekati seorang perempuan, menyatakan cinta, dan menjalin sebuah hubungan. Namun, perlu diakui, film ini berhasil keluar dari bayang-bayang kesuksesan film Dilan 1990. Film ini enggak menampilkan usaha Dilan yang mudah mendapatkan hati Ancika. Sebaliknya, perlu perjuangan ekstra untuk mendapatkan hati Ancika—yang sebenarnya disebabkan oleh komitmen Ancika untuk tidak terikat hubungan dengan lelaki mana pun. 

Bisa dibilang, Dilan mendapat “lawan” yang seimbang. Ancika itu selalu punya argumen yang enggak pernah bisa dimiliki Milea. Misalnya, saat scene Ancika diajak berkenalan oleh Bono. Ketika Bono ingin berkenalan dengan Ancika, Ancika menjawab. 

“Enggak usah tahu. Yang wajib diketahui itu 25 rasul dan nabi.” 

Bahasa yang cuma ada dalam benak Dilan. Enggak pernah bisa ada di pikiran Milea. Ancika adalah perempuan yang memang jauh berbeda dengan Milea. Saya rasa, itulah yang bikin film ini menarik karena Milea berhasil digantikan oleh Ancika yang punya karakter tersendiri. Itu pula yang mungkin jadi tantangan bagi Dilan untuk mendapatkan hatinya. 

Terlebih lagi, hanya Ancika yang pernah menolak pernyataan cinta Dilan kepadanya. Sesuatu yang tidak pernah bisa dilakukan juga oleh Milea. Dalam satu scene, ketika Dilan menyatakan perasaannya kepada Ancika, Ancika menjawab dengan santai diiringi rasa cemburu. 

Aku lebih senang tidak terikat kepada sebuah hubungan. Kita masih bisa seperti ini sebagai teman. Bukan?”  

“Bagaimana hubungan kamu dengan Milea?” 

Pernyataan dan pertanyaan itu yang bikin Ancika punya sangat berbeda dari Milea. 

Sementara Dilan, bagi saya, menunjukkan sebuah perkembangan kedewasaan dari tiga film sebelumnya. Jika di film-film sebelumnya Dilan seringkali melontarkan kata-kata puitis yang bikin hati Milea senang, kali ini ia lebih banyak menggantinya dengan ungkapan-ungkapan rasional dan lugas. Sedikit sekali ungkapan-ungkapan Dilan yang puitis. Perkembangan kedewasaan Dilan ini juga barangkali karena ia sekarang merupakan seorang mahasiswa dan aktivis yang turun ke jalan berunjuk rasa di masa Orde Baru. 

Bersatunya Dilan dan Ancika nyatanya beberapa kali dihantui oleh bayang-bayang Milea. Salah satunya adalah ketika Dilan sedikit menceritakan tentang kegagalan hubungannya dengan Milea. Ia bilang bahwa itu adalah kesalahannya karena masih menjadi seseorang yang buruk dalam mengambil keputusan. Contoh lainnya adalah ketika Bunda Dilan menanyakan kepada Ancika apakah Ancika mengetahui tentang masa lalu Dilan dan Milea. 

Namun, bayang-bayang Dilan dan Milea itu tak mengganggu proses bersatunya Dilan dan Ancika. Bahkan, Ancika bilang, “Milea punya masa lalu, tapi aku punya Dilan sekarang”. Itulah kalimat yang meyakinkan Ancika tentang hubungannya dengan Dilan—bahkan ketika Dilan, Ancika, Milea, dan suami Milea bertemu di satu kesempatan.

Comments

  1. Ternyata pelik sekali kisah cinta anak SMA. Saya ga relate karena dulu sekolah ngga cinta2an hehe. But overall, breakdownnya keren.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pelik bagi orang yang melihatnya. Sementara bagi mereka para pelaku kisah cinta, semuanya selalu indah. Hehe. Terima kasih atas apresiasinya!

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Jihad Abdul Jaffar bin Baehaki

Mengenal Oedipus Complex dan Electra Complex

Bahasa Indonesia Sudah Go Internasional!