Apakah Sudah Waktunya Berdamai dengan Virus Corona?

        
Berdamai dengan masa lalu aja masih sulit~

        Sudah hampir tiga bulan Covid-19  menyerang Indonesia. Virus yang awalnya endemi kota Wuhan, provinsi Hubei, Tiongkok, bermigrasi menjadi pandemi di seluruh dunia. Jutaan orang di dunia terinfeksi virus yang menyerang pernapasan ini. 
        Indonesia sendiri tercatat memiliki jumlah kasus positif per tanggal 20 Mei sebanyak 19.189 korban positif, 4.575 sembuh, dan 1.242 meninggal dunia.
        
        Halo, Pak Menteri! Ini jumlah orang yang meninggal udah lebih dari 500, loh!
        
        Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di mana-mana, benatuan sosial yang tidak merata, tempat ibadah ditutup sedangkan toko sembako dan pasar dibuka, makin menambah keruwetan akibat virus yang katanya berasal dari hewan kelelawar ini.
        Jumlah kasus yang belum menunjukkan penurunan secara bertahap atau pun drastis membuat masyarakat masih yakin bahwa virus ini belum bisa teratasi. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), larangan mudik, hingga imbauan untuk melaksanakan ibadah di rumah adalah serangkaian langkah preventif yang dilakukan pemerintah guna menekan laju penyebaran virus.
        
        Tak ada hujan, tak ada angin, muncul serangkaian kebijakan baru. Mulai dari pembukaan transportasi darat, laut, dan udara, pembukaan tempat ibadah, sampai rencana "New Normal". Hidup berdampingan dengan Corona.
        Saya berasumsi bahwa ini adalah upaya pemerintah mengakui kegagalan menangani pandemi yang pada awal kemunculannya di Indonesia, dianggap remeh oleh beberapa Menteri.
        
        Makanya jangan sombong! Anda bukan Tuhan.

        Tetapi tulisan ini tidak berniat meroasting pemerintah lebih detail. Nanti juga akan terlihat sendiri, kok.
        Pakar Kedaruratan Kesehatan WHO, Mike Ryan, berkata bahwa virus Corona berpotensi menjadi virus endemik lain di suatu komunitas. Dan mungkin virus ini tidak akan pernah hilang.
        Pernyataan Mike Ryan ini tampaknya dijadikan rujukan beberapa negara untuk melakukan "New Normal". Contohnya Jerman yang kembali membuka restoran-restoran setelah dua bulan mengalami penutupan akibat lockdown. Vietnam juga melakukan hal yang sama. Vietnam mengizinkan kembali warganya beraktivitas normal, tentunya dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan, setelah mencatat nol kasus kematian akibat virus Corona.
        Kedua negara tersebut membuktikan bahwa kebijakan yang diterapkan kini menuai hasil baik. Negara yang melakukan lockdown saja masih hati-hati mengizinkan kembali warganya beraktivitas. Ini negara yang hanya melakukan PSBB, mau ikut menerapkan "New Normal"?
        Kalau negara lain berprinsip "sekali dayung, dua-tiga pulau terlampaui". Kalau Indonesia mungkin "dua tiga kali dayung, empat-lima pulau terlampaui".
        
        Nyatanya, Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah, khawatir "New Normal" menciptakan peningkatan kasus Covid-19 lagi dan berimbas pada tenaga medis.
        "Ini yang menjadi perhatian kami. Kami sudah punya prediksi, khawatir ada banyak eskalasi kasus. Jika kasus meningkat, maka kami-kami juga yang menjadi ujung tombak." ujar Harif ketika dihubungi Kompas.com pada Senin.


        Jadi, apakah menurut kalian sudah waktunya berdamai dengan Corona seperti kita berdampingan dengan Tifus dan Demam Berdarah Dengue?

Comments

Popular posts from this blog

Jihad Abdul Jaffar bin Baehaki

Mengenal Oedipus Complex dan Electra Complex

Bahasa Indonesia Sudah Go Internasional!