Yang Fana Adalah Waktu, Eyang Abadi
Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni.
Tahun 2020 lebih mirip seperti tahun
tragedi bagi dunia—termasuk Indonesia. Serangan covid-19 yang belum bisa dikendalikan, carut-marutnya demokrasi, dan
kematian putra-putri bangsa yang berprestasi—di samping kematian akibat covid-19—menjadi duka yang mendalam bagi
ibu pertiwi. Glenn Fredly, Didi Kempot, Omaswati, adalah tiga nama dari sekian
banyaknya tokoh yang meninggal di tahun yang diharapkan lebih baik dari tahun
sebelumnya ini. Kematian ketiga tokoh ini bagi sebagian orang terasa
menyedihkan karena karya-karya yang pernah dibuat oleh beliau selalu melekat
dalam ingatan masyarakat. Kabar terbaru yang menggemparkan jagat sastra di
Indonesia adalah kematian seorang penyair, cerpenis, sekaligus kritikus sastra
terkenal, Sapardi Djoko Damono, 19 Juli 2020. Bagi sebagian orang, kematian
Eyang Sapardi hanya angin lalu. Namun, bagi orang-orang yang berkecimpung atau
sedang mencicipi dunia sastra dan seni, kepergian beliau begitu memilukan.
Saya termasuk salah satu orang yang
merasakan kesedihan dengan kepergian beliau untuk selama-lamanya. Kendati belum
pernah bertemu atau memandang langsung, saya merasakan betul bahwa beliau
adalah orang yang paling sederhana. Ya, sederhana. Seperti caranya mencintai di
dalam puisinya.
Saya mengenal beliau memang baru
beberapa tahun ke belakang, tepatnya 2018. Ketika itu saya dan beberapa teman
mendapat sebuah tugas untuk menganalisis sebuah puisi dari penyair Indonesia
yang tentu karyanya sudah tidak bisa diragukan lagi. Setelah proses seleksi
puisi yang cukup panjang, akhirnya terpilih sebuah puisi berjudul “Dongeng
Marsinah”. Sebuah puisi yang diselesaikan oleh Eyang Sapardi dalam kurun waktu
tiga tahun. Waktu yang cukup lama apabila dibandingkan dengan dua puisi lainnya
berjudul “Hujan Bulan Juni” dan “Aku Ingin” yang ditulis tak lebih dari 15
menit. Wow! Fakta tersebut jelas
mengatakan bahwa Eyang Sapardi merupakan orang yang sangat berbakat dalam menulis
sebuah puisi. Puisi berjudul “Dongeng Marsinah” merupakan ungkapan orang-orang
yang hidup di zaman Marsinah juga hidup. Seperti diketahui Marsinah merupakan
seorang pegawai di sebuah pabrik arloji yang ditemukan tewas dengan luka yang
membuat ngilu apabila orang lain
melihatnya. Eyang Sapardi pernah berkata bahwa puisi tersebut memakan waktu
yang sangat lama karena emosi, kesal, dan kesedihan yang terus membayanginya
ketika menulis puisi tersebut. Nulis,
nangis lagi. Nulis lagi, nangis lagi. Begitulah kira-kira penjelasan Eyang
Sapardi.
Kedekatan emosi antara gagasan dan
tulisan menjadikan setiap tulisan tangan Eyang Sapardi terasa sangat hidup. Sejatinya
puisi itu multi tafsir. Sebuah kata dalam puisi dapat hidup apabila ditafsirkan
beragam oleh pembacanya. Dan Eyang Sapardi selalu berhasil mengecoh pembaca
dengan kata-kata yang sederhana namun sebetulnya mengandung arti yang dalam.
Puisi legendaris “Hujan Bulan Juni”
akhirnya difilmkan pada tahun 2017 dengan pemeran utama Adipati Dolken dan
Velove Vexia (tulisan saya dalam blog ini pernah membahasnya). Puisi, novel,
dan film Hujan Bulan Juni sudah pernah saya saksikan. Briliant!. Satu kata yang bisa saya ucapkan atas karya beliau.
Kini, tak aka nada lagi karya
seindah Hujan Bulan Juni atau postingan di Instagram
yang membagikan foto tanaman dan bunga yang indah di beranda saya. Bunga-bunga
itu telah ikut mengantar Eyang Sapardi beristirahat selama-lamanya di sebuah
lahan yang bertabur kata-kata dan berselimutkan mimpi-mimpi indahnya.
Selamat
jalan, Eyang.
Yang
fana adalah waktu. Eyang abadi.
Pada Suatu Hari
Nanti
Sapardi Djoko Damono
Pada
suatu hari nanti,
jasadku tak akan ada lagi,
tapi dalam bait-bait sajak ini,
kau tak akan kurelakan sendiri.
Pada
suatu hari nanti,
suaraku tak terdengar lagi,
tapi di antara larik-larik sajak ini.
Kau
akan tetap kusiasati,
pada suatu hari nanti,
impianku pun tak dikenal lagi,
namun di sela-sela huruf sajak ini,
kau tak akan letih-letihnya kucari.
Halo kak.
ReplyDeleteSedih ya eyang sudah meninggal. Tapi tulisannya akan abadi . Jadi kepengen baca bukunya. Belum kesampaian soalnya. Hehe.
Halo juga!
DeleteYap, betul sekali! Beliau akan selalu hidup di dalam baik-baik sajaknya. Kamu harus baca bukunya, serius! Kebetulan, saya punya beberapa e-booknya.
Pengen baca buku fisiknya kak. Huhu T.T
DeleteSemoga cepat tercapai, ya!
DeleteAamiin
Delete