Program Bela Negara: Untuk Mahasiswa yang Kritis terhadap Oligarki atau Pejabat Negara yang Mengkhianati Nilai-Nilai Pancasila?
Pejabat negeri ini tidak lelah berinovasi tanpa peduli kondisi.
Indonesia memang tidak pernah
kehabisan inovasi-inovasi yang visioner—yang bahkan tak mengenal kondisi. Saking
visionernya, sampai lupa terhadap apa yang sedang terjadi saat ini. Visioner dulu, urusan pandemi belakangan,
lha.
Di kala Indonesia—termasuk dunia—masih
dilanda kekhawatiran dengan keberadaan Covid-19,
pejabat kita ini malah bikin rencana yang berpotensi menimbulkan penularan
massal. Rencana itu berupa program bela negara yang diinisiasi oleh Kementrian
Pertahan. Program itu konon katanya menyasar mahasiswa supaya generasi milenial
kita ini selain inovatif dan kreatif, juga mempunyai rasa kebanggaan terhadap
tanah airnya sendiri. Apakah kebanggan terhadap tanah air perlu dilakukan lewat
jalur militer? Apa kalian bangga terhadap indahnya alam Indonesia? Apa
kebanggaan itu kalian rasakan lewat jalur militer? Saya rasa tidak.
Wakil Kementrian Pertahanan, Sakti
Wahyu Trenggono membenarkan program bela negara yang akan dilaksanakan bagi
mahasiswa di kampus. Beliau juga menggandeng Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan untuk mewujudkan program ini. Nantinya, program ini akan beriringan
dengan program merdeka belajar yang diinisiasi Kemendikbud sebelumnya.
Setelah pemberitaan mengenai bela
negara di lingkungan kampus menyebar, Wamenhan ini memberikan penjelasan bahwa
program ini berupa bela negara, bukan wajib militer. Ia pun mengatakan bahwa
program ini dilakukan mahasiswa secara sukarela di kampus. Artinya mahasiswa
boleh memilih ikut atau tidak.
Lah kalau program bela negara dimasukkan ke dalam SKS,
mau gimana gak ikut? Yang ada susah lulus, dong!
Jadi kita bisa nolak gak, nih, Pak
Sakti? Kalau kita gak lulus gara-gara gak ikut program bela negara, Pak Sakti
tanggungjawab, ya! Kalau sampai rencana itu terwujud dan akhirnya mahasiswa
harus menjalani kebiasaan baru di dunia kampus dengan program bela negara, saya
yakin kampus akan menakutkan bagi beberapa lulusan SMA yang hendak melanjutkan
studinya. Ketakutan itu diakibatkan karena munculnya kredo “kalau mau jadi
mahasiswa, harus ikut bela negara juga”. Doi juga bilang kalau program ini tidak hanya
untuk mahasiswa, tapi masyarakat secara luas. Ngeri aja kita bakal kembali lagi
ke zaman orde baru, di mana masyarakat dijadikan komponen cadangan perang. Seperti
yang Pak Sakti bilang tadi, sih, ini sukarela. Kalau mau ngerasain main PUBG
secara real life, ya gaskeun ikut
jadi komcad. Kalau masih pengen hidup tenang, ya gak usah terlalu memaksa.
Usulan Pak Sakti ini mengenai
peserta bela negara ini bagus juga, bukan cuma mahasiswa tapi juga masyarakat
luas. Berarti anggota DPR juga ikut dong, Pak? Kan mereka juga manusia setengah
dewa.
Mahasiswa itu udah cinta tanah air
banget loh, Pak. Mereka akan selalu beraksi bila ada hal-hal yang tidak sesuai
dengan prinsip hidup bangsa ini. Contohnya saja saat isu RUU KPK yang dianggap
melemahkan KPK—dan terbukti melemahkan—diprotes secara besar-besaran oleh mahasiswa
dari banyak kampus yang berujung penangkapan dan penyiksaan beberapa mahasiswa
dan pelajar yang tergabung dalam aksi tersebut. Kurang cinta tanah air gimana,
sih, mahasiswa kita ini? Yang perlu ditumbuhkan rasa cinta tanah air itu
masyarakat yang kritis terhadap oligarki atau pejabat-pejabat yang mengkhianati
nilai-nilai Pancasila?
Sebut saja Omnibus Law, yang melanggar hak-hak masyarakat dalam sila kelima Pancasila,
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Apa bapak-bapak pejabat ini
cinta tanah air? Apa bapak-bapak ini menghormati keadilan sosial bagi
masyarakat Indonesia? Coba renungkan lagi. Jangan sampai milenial dijejali
doktrin tentang cinta tanah air sampai muntah sedangkan pemimpin di atas tak
sekalipun paham apa itu esensi cinta tanah air.
Comments
Post a Comment