Alasan New Normal Sangat Diterima Masyarakat Indonesia

Punten slur, gak usah pake masker aja.

Pandemi Covid-19 nampak belum menunjukkan tanda-tanda akan turun di bulan September ini—seperti yang diucapkan pemimpin kita beberapa bulan lalu. Kurva penularan virus corona yang belum turun juga—malah cenderung menanjak tajam—jadi bukti bahwa negara ini masih belum aman sama sekali dari virus ini. Ditambah lagi pemberlakuan blacklist dari 100-an negara di dunia terhadap warga negara Indonesia semakin menujukkan berbahayanya negara Indonesia di mata dunia.

Akhirnya negara tercinta ini disegani oleh bangsa asing.

Tapi tak usah pedulikan apa kata orang (baca: dunia). Kita masih bisa bersenang-senang di dalam negeri. Bersenang-senang itu diwadahi oleh pemerintah dengan menerapkan kebijakan yang menyerupai oase dari boringnya program #StayAtHome. Ya, pemerintah beberapa bulan lalu mengeluarkan kebijakan untuk bertarung berdampingan dengan virus ini dengan new normal. Entah ini wujud kasih sayang pemerintah terhadap masyarakat yang sudah bosan berbulan-bulan di rumah saja atau hanya ikut-ikutan negara lain yang sangat serius menangani corona, entahlah. Yang jelas kebijakan ini sangat diterima oleh masyarakat Indonesia.

Loh, tumben peraturan pemerintah bisa diterima oleh masyarakat? Paling tidak, ada empat alasan kenapa masyarakat sangat menerima kebijakan ini.

1.      Pemerintah mempermudah mobilitas masyarakat

Adanya kebijakan new normal ini tentu sangat membuka keran-keran perekonomian yang dulu tersendat akibat PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Roda perekonomian macet, beberapa tempat usaha sampai harus merumahkan hampir sebagian besar karyawannya—PHK menjadi opsi terakhir. Diberlakukannya new normal tentu bisa mengembalikan perputaran uang yang pada masa PSBB terjun bebas. Ini yang disukai masyarakat Indonesia. Mereka bisa bekerja lagi, dapat uang lagi. Alhasil dapur pun ngebul seperti dulu lagi. Selain perekonomian, per-hati-an duniawi pun kembali bersemi. Setelah sekian lama terpisah gara-gara PSBB, sekarang sudah bisa boncengan motor berdua lagi.

Sungguh pemerintah sangat mengerti aku!

2.      Pemerintah dianggap bisa menangani corona

New Normal yang ada di pikiran pemerintah tidak sejalan dengan new normal yang ada di pikiran masyarakat. Yang teramati seperti ini: new normal=corona hilang. Ini tentu sangat berbahaya. Masyarakat jadi acuh terhadap protokol kesehatan yang sejak kemunculan virus ini selalu digaungkan pemerintah—namun tidak diikuti oleh beberapa pemimpin kita. Plis, hentikan kondisi ini. Berhenti menganggap pemerintah bisa mengendalikan corona. Yang ada nanti besar kepala dan malah terlena. Akhirnya muncul gelombang-gelombang yang lain dan pandemi di negeri ini susah berakhir. Naudzubillah.

3.      Menjadikan pekerja wfh dan pelajar sfh

Libur adalah hal yang sangat diidam-idamkan oleh siswa atau pekerja kantoran sekalipun. Rutinitas yang selalu sama setiap hari tentu dengan cepat menimbulkan kebosanan. Pelariannya ya cuma liburan. Mau rebahan di kamar atau pergi ke tempat yang asri, tergantung pilihan.

Pandemi corona nyatanya memberikan ‘libur’ gratis bagi siswa maupun para pekerja. Mereka diberi keistimewaan untuk dapat bekerja dari rumah (work from home) dan belajar dari rumah (study from home). Mereka bisa menyusun laporan keuangan dari rumah, melakukan meeting dengan menggunakan kemeja dan celana pendek saja, dan tak perlu absen dengan sidik jari. Begitu pun yang melaksanakan study from home. Mereka bisa tidur ketika pembelajaran lewat aplikasi tatap maya, mengerjakan tugas sambil rebahan, dan tak perlu mengeluarkan uang saku lebih untuk jajan di kantin.

4.      Menyadarkan masyarakat bahwa takutlah pada Tuhan

Untuk alasan satu ini, ya pemerintah sangat religius sekali. New normal secara tidak langsung mengajarkan kepada kita bahwa tiada kuasa yang bisa menandingi kekuasaan Tuhan. Ini berlaku bagi virus corona juga, lho! Virus ini kan Tuhan yang buat, jadi pasti Tuhan yang cabut. Begitu kira-kira narasinya. Saking seriusnya pemerintah menggiring opini masyarakat tentang sikap penyerahan diri terhadap Tuhan ini, sampai-sampai masyarakat lupa atas apa yang selama ini dianjurkan pemerintah. Hal yang paling mencolok adalah penggunaan masker di luar rumah. Karena doktrin dari pemerintah itu kita harus menyerahkan semuanya kepada Tuhan, masyarakat juga jadi masa bodoh dengan pandemi ini. Seolah tidak pernah terjadi apa-apa dan hidup kembali normal seperti sedia kala.

Apapun yang terjadi kita abadi, semoga pandemi ini cepat berlalu dan hidup bisa kembali normal. Setelah hidup normal, waktunya menormalkan pikiran-pikiran atas doktrin corona yang berseliweran di negeri ini.  

Comments

Popular posts from this blog

Jihad Abdul Jaffar bin Baehaki

Mengenal Oedipus Complex dan Electra Complex

Bahasa Indonesia Sudah Go Internasional!