Panduan Buat Kamu yang Mengalami Penilangan Kendaraan di Daerah Bandung: Calo Bukan Koentji
Sabar adalah koentji!
Sebagai
pengendara bermotor, tilang-menilang sudah tidak asing lagi tentunya. Fenomena
ini dapat terlihat hampir di semua ruas jalan yang ada pos polisinya. Selalu
saja ada pengendara yang bernyali besar dengan berkendara tanpa kelengkapan
surat-surat dan kelengkapan berkendara. Ada juga yang terlalu cuek dengan
tampilan kuda besinya sendiri. Lampu rem mati, plat nomor habis masa berlaku,
kondisi motor sangat kotor—mungkin belum sempat dicuci selama 1 tahun. Kedua
jenis pengendara tersebut pada dasarnya berangkat dari satu alasan yang sama:
kebutuhan mobilitas yang tinggi. Mobilitas yang tinggi mengharuskan setiap
orang untuk selalu dapat berpindah tempat dari tempat satu ke tempat yang lain
dengan waktu yang sesingkat-singkatnya. Betul, terdengar seperti pemindahan
kekuasaan—dilaksanakan secara saksama dan dalam tempo yang
sesingkat-singkatnya—tapi alasan tersebut benar adanya.
Saya
sendiri bukan termasuk ke dalam dua golongan pengendara tersebut. Saya tidak
cuek terhadap kelengkapan motor saya, hanya lupa. Lupa bahwa lampu rem mati,
lupa pakai knalpot racing, lupa plat
nomor posisinya sembunyi, dan masih banyak lupa lainnya. Tetapi kelupaan itu
belum pernah mendapat punishment
berupa tilang. Hanya saja, dua minggu ke belakang, memang saya apes. Saya
ditilang karena lampu utama motor saya putus. Untuk kejadian ini, saya memang
teledor. Tapi tak apa, manusia itu tempatnya salah, bukan?
Setelah
proses ceremony tilang beres, saya
diarahkan untuk mengikuti sidang di Kejaksaan Negeri Kabupaten Bandung yang
terletak di Bale Endah. Saya pikir tak apalah, sekalian jalan-jalan, begitu.
Saya yang belum pernah menghadiri proses persidangan tilang-menilang, mencari
berbagai pengalaman orang di internet. Namun, pengalaman tersebut berbanding
terbalik dengan kondisi di lapangan. Berikut panduan bagi kamu yang mengalami
tilang di daerah Bandung dan diharuskan mengikuti persidangan di Kejaksaan
Negeri Kabupaten Bandung.
1.
Selalu Keep in
Touch di Handphone
Ini adalah salah satu panduan pertama yang
sangat penting di era kemajuan teknologi ini. Kemajuan teknologi mengharuskan
segala sendi-sendi kehidupan harus serba online,
begitupun soal tilang. Jika biasanya putusan denda tilang itu diputuskan hakim
saat persidangan dilakukan, kini kamu sudah bisa mengetahui berapa denda yang
harus kamu bayarkan atas kesalahan dalam berkendara yang kamu lakukan.
Contohnya, saya melanggar Pasal 293 ayat (1) UU LLAJ dengan denda maksimal Rp.
100.000 (seperti tercantum di buku tilang polisi). Setelah beberapa hari
setelah saya ditilang, saya mendapat pesan singkat dari e-tilang—saat ditilang
kita diminta mencantumkan nomor handphone—bahwa
saya harus membayar denda tilang sebesar Rp. 50.000 melalui virtual account salah satu bank atau
transfer via bank apa saja. Hal ini tentu sangat memudahkan. Saya tidak perlu
lagi berlama-lama mengikuti persidangan dan menunggu keputusan sidang tentang
berapa denda yang harus saya bayarkan. Ini bisa juga diakibatkan karena pandemi
covid-19 sehingga segala yang
berurusan dengan uang haruslah cashless.
2.
Datang Sepagi Mungkin
Jika menurutmu yang ditilang pada hari itu
hanya dirimu dan beberapa orang lainnya, itu adalah kesalahan besar. Jumlah
pelanggar yang diproses pada hari persidangan—setidaknya yang saya
alami—berjumlah 400-500an orang! Apalagi, biasanya hari persidangan itu hari
jumat. Entah atas dasar apa. Apakah mungkin agar penilang bisa lebih sabar
menunggu dan bisa melakukan salat jumat bersama 499 orang lainnya, saya tidak
tahu. Yang jelas, datang sepagi mungkin—bahkan saat gerbang kejaksaan masih
terkunci—adalah pilihan yang bijak.
3.
Hindari Calo
Kegiatan—dalam hal urus-mengurus—apa di
Indonesia ini yang tidak ada calonya, sih? Bikin SIM, perpanjang STNK, tiket
nonton bola, jual-beli emas, semua dikuasai calo. Begitupun ketika mengikuti
persidangan tilang. Calo everywhere.
Calo di persidangan tilang ini bisa menjelma menjadi siapa saja. Bisa jadi
tukang parkir, warga biasa, sampai pedagang. Sesibuk-sibuknya kamu dengan
urusan lain, untuk urusan persidangan tilang ini saya tidak menyarankan kamu
pakai calo. Alasannya adalah biaya yang cukup menguras dompet dan belum
terjamin surat-suratmu akan kembali dengan tempo yang sesingkat-singkatnya. Dan
itu memang benar terjadi, lho! Saya mengobrol dengan pengendara yang ditilang
juga pada hari itu. Ia mengatakan bahwa ia membayar denda tilang sebesar Rp.
220.000 dan membayar jasa calo Rp. 120.000. Ia dijanjikan calo sebentar lagi
akan selesai. Namun setelah menunggu cukup lama, ternyata calo itu kabur, dan
ia harus mengantre bersama saya yang hanya membayar denda tilang sebesar Rp.
50.000 tanpa menggunakan jasa calo. Tapi sayang, begitu si calo akan digebukan oleh orang yang ditipunya itu,
si calo menghilang bak ditelan bumi.
Yang sabar ya,
Kang. Saya tahu Akang gemes sama calo itu.
4.
Ngobrol dengan Sesama
Pelanggar
Mengobrol dengan sesama pelanggar selain
bisa mengusir rasa bosan ketika menunggu giliran untuk masuk ke area kejaksaan,
juga bisa memberi kesan: bukan hanya kamu
yang apes di dunia ini. Cerita tentang awal kejadian penilangan dari banyak
orang ini kocak juga. Ada yang ditilang gara-gara nyala lampu utama redup, kena
razia polisi ‘iseng’ jam 5 subuh, terjaring razia kendaraan saat razia masker,
dan masih banyak lagi. Dijamin bakal bikin harimu gak apes-apes banget dan bisa
silaturahmi dengan banyak orang. Selain itu, kamu juga bisa meroasting pihak kejaksaan dan polisi
dengan unek-unek kamu yang belum pernah tersampaikan. Roasting aja, gak apa-apa. Kamu gak akan kena UU ITE, kok.
Itu dia beberapa panduan yang bisa
memberikan manfaat bagi kamu yang ingin mengurus persidangan tilang sendiri. Prosesnya
sederhana kok. Bayar denda melalui transfer atm atau virtual account salah satu bank rakyat, bawa surat tilang dan bukti
transfer ke kejaksaan, tukar dengan nomor antrean, dan tunggu namamu dipanggil
untuk mengambil surat-surat yang disita. Semoga bermanfaat!
Comments
Post a Comment