Rencana Pembelajaran Tatap Muka 2021: Upaya Merealisasikan Kerinduan atau Sebatas Delusi?
Sudah
tak terhitung berapa giga kuota yang dihabiskan selama pembelajaran tatap maya
atau daring. Tenaga pengajar maupun siswa terpaksa mengandalkan kecanggihan
teknologi untuk tetap bersua dan melakukan kegiatan belajar-mengajar. Pemanfaatan
teknologi dibarengi dengan tuntutan guru maupun mahasiswa untuk konsumtif dalam
hal membeli paket internet untuk mendukung proses pembelajaran yang memadai. Tapi
untungnya setelah beberapa lama menjadi masalah dalam proses belajar secara
daring, bantuan subsidi pun datang dan meringankan beban ketika melaksanakan
perkuliahan daring.
Namun,
beban pembelajaran daring bukan sekadar beban secara materil, lebih daripada
itu melibatkan beban psikologis. Kejenuhan dalam proses pembelajaran daring
yang minim interaksi secara langsung antara guru dan siswa menjadi salah satu
masalah yang serius. Selain itu, proses pembelajaran yang memanfaatkan fitur video conference mengharuskan siswa
untuk standby di depan laptop atau
komputernya selama beberapa jam. Mata lelah, pikiran pusing, dan malas
berkepanjangan adalah gejala-gejala yang dialami siswa dalam proses
pembelajaran daring ini.
Di tengah
keputusasaan mengenai nasib pembelajaran yang sudah dipastikan akan tetap
dilakukan secara daring sampai vaksin covid-19
ditemukan, muncul hal yang tak terduga dari para pemimpin di negeri ini.
Beliau-beliau ini memutuskan bahwa pembelajaran tatap muka sudah boleh
dilakukan pada tahun 2021. Pengumuman ini disampaikan dalam sebuah webinar yang
diselenggarakan pada hari Jumat, 20 November 2020. Pengumuman ini disepakati
oleh Menko PMK Muhadjir Effendy, Mendikbud Nadiem Makarim, Menag Fachrul Razi,
Menkes Terawan Agus, dan Mendagri Tito Karnavian. Tak ayal berita ini
menimbulkan antusias dan kebahagiaan yang tinggi—khususnya bagi saya sendiri.
Bayang-bayang
dapat bertemu dengan teman-teman di kampus dan bercengkrama dengan mereka
adalah hal yang paling indah untuk saat ini. Saya bosan “introvert” selama pandemi. Akan tetapi kebahagiaan itu tak
berlangsung lama. Setelah membaca pengumuman tersebut secara keseluruhan,
ternyata pengumuman yang dikeluarkan oleh Mendikbud tersebut hanya sebatas
pemberian izin. Mengenai apakah izin tersebut digunakan sebaik-baiknya atau
tidak, Mendikbud menyerahkan sepenuhnya kepada masing-masing kepala daerah. Mendikbud
hanya mengizinkan, tanggungjawab dan wewenang sepenuhnya dikembalikan kepada
kepala daerah.
Yah ambyar~
Secara
tidak langsung, pengumuman tersebut menyuguhkan dua efek sekaligus, efek
kebahagiaan—karena tak lama lagi akan berjumpa dengan kawan-kawan—sekaligus efek
delusi. Masyarakat boleh antusias menyambut pengumuman ini. Namun apakah
pengumuman ini dilaksanakan atau tidak, ditentukan oleh kepala daerah
masing-masing.
Kalau
kepala daerah masih ragu dan tidak ingin mengambil risiko yang tinggi akibat
pembukaan kegiatan belajar-mengajar ini, tentu pengumuman tadi akan semakin
nyata sebagai delusi. Tetapi apabila kepala daerah optimis dan bisa
mempersiapkan segala fasilitas penunjang untuk diadakan kegiatan
belajar-mengajar secara tatap muka dengan menerapkan protokol kesehatan, saya
sungguh salut.
Comments
Post a Comment