Cukur Rambut dan Nostalgia yang Terjadi
Kalo udah nyaman
emang susah~
Orang
bilang, rambut adalah mahkota. Laki-laki dan perempuan, sama-sama menaruh
perhatian besar kepada eksistensi rambut di kepala mereka. Bermacam-macam gaya—yang
biasanya—terinspirasi dari artis-artis Hollywood, tak henti dicoba. Tidak lain
tidak bukan, demi tercipta kepuasan tersendiri terhadap gaya rambut yang
dimiliki.
Berbicara
soal rambut, tentu tak bisa melupakan tempat potong rambut. Perempuan selalu
diidentikkan dengan salon—di mana mereka biasanya potong rambut, manicure pedicure, dan update snapgram dengan handuk yang menempel di rambut—sedangkan laki-laki
selalu identik dengan pangkas rambut “Asgar” a.k.a Asli Garut.
Sebenarnya,
pangkas rambut untuk laki-laki tak melulu hanya bisa dilakukan di pangkas
rambut asgar di pinggir jalan. Berjamurnya barbershop
di kota memberikan alternatif lain bagi kaum pria untuk memanjakan
mahkotanya. Salah satu barbershop yang
menjadi langganan saya—semenjak SMA—ialah Venus Barbershop.
Kenapa namanya
Venus?
Soalnya ada di
sekitar (SMA) Angkasa.
Canda angkasa.
Outlet
Venus Barbershop yang menjadi langganan saya memang berada di sekitar SMA
Angkasa, tepatnya di Jalan Abdulrahman Saleh No. 60. Ada juga outlet lain yang terletak di Jalan Venus
Barat No. 41 dan Jalan Jatihandap No. 290. Barbershop ini menjadi langganan
saya karena dulu—saat masih SMA—saya jarang punya waktu untuk pergi ke pangkas
rambut dekat rumah. Setiap hari merantau dari daerah Cikalongwetan ke Kota
Bandung menyita banyak waktu. Sehingga tak ada salahnya menjadikan Venus
Barbershop ini menjadi langganan.
Dua
tahun tak merasakan kenyamanan dan pelayanan di Venus Barbershop, membuat saya
cukup kangen. Rambut panjang—yang membuat saya merasa mirip Chicco Jericho—harus
menerima takdirnya dipangkas pendek—dan membuat saya merasa mirip Ardhito Pramono.
Begitu masuk, seperti biasa: protokol kesehatan. Cek suhu tubuh dan menggunakan
hand sanitizer. Rutinitas yang sudah
lumrah di era corona ini.
Saya
langsung dipersilakan di kursi cukur. Rasa rindu duduk di kursi cukur dan
menikmati alunan musik sendu menambah nikmatnya cukur rambut. Suasana yang
masih sama seperti dulu. Kondisi ruangan yang higienis, harum, dan pelayanan
yang ramah dari barber dan pelayanan, persis seperti dua tahun lalu saya
menjadi langganan di tempat ini. Perbincangan yang halus dan ramah dari barber
membuat suasana menjadi cair. Satu jam tidak terasa dan hasilnya: mirip Ardhito!
Satu
hal yang sedikit berubah: harga. Ya, harga pangkas rambut di barbershop bisa dibilang dua atau tiga
kali lipat dari harga cukur rambut di pangkas rambut biasanya. Namun, harga itu
terbayar dengan kepuasan dan bonus yang diberikan. Kepuasan itu dapat terlihat
dari ramahnya pelayanan, kondisi ruangan yang higienis, dan alat-alat yang
digunakan dipastikan steril. Contohnya handuk yang biasa menutupi bagian leher
agar rambut-rambut bekas cukuran tak masuk ke baju, hanya satu kali pakai. Setelah
itu, handuk diganti dengan yang baru.
Itu
hanya satu dari sekian pelayanan yang diberikan oleh barbershop ini. Saya bisa katakan bahwa tarif yang dipungut dari
setiap pelayanan itu sangat worth it.
Kalau tak percaya, silakan buktikan sendiri. Silakan kunjungi salah satu outlet yang sudah saya sebutkan di atas.
Atau kamu punya pengalaman sendiri ketika potong rambut di barbershop atau salon? Ngobrol di bawah, yuk!
Comments
Post a Comment