Semua Akan “Hati-Hati di Jalan” pada Akhirnya (2)

 

Sumber: Popbela.com

(2)

Singkatnya, buat apa kamu jauh-jauh mencari ke ujung dunia kalau yang kamu cari sebenarnya ada di depan matamu.

            Dalam bahasa Indonesia, ada satu peribahasa yang berbunyi, “asam di gunung garam di laut bertemu dalam satu belanga”. Kalau kata Tulus, “ku kira kita asam dan garam dan kita bertemu di belanga”. Maknanya, ya, sama aja: jodoh seseorang bisa berasal dari mana aja, sekalipun berasal dari tempat yang jauh. Peribahasa di atas menggambarkan kalau asam yang ada di gunung bisa bertemu dengan garam yang ada di laut sekalipun. Pertemuan itu tentu ada mediumnya, yaitu belanga atau kuali dari tanah yang digunakan untuk merebus sayur-sayuran.

            Kisah manusia juga sama. Seringkali kita dipertemukan dengan seseorang yang berasal dari daerah yang belum pernah dikenal sebelumnya. Pertemuan itu terkadang membuat kita merasa nyaman atau bahkan membuat kita ilfeel kebangetan. Ya, cocok-cocokan, sih, ya. Tapi, perlu digarisbawahi bahwa pertemuan antara dua insan sejatinya enggak terbatas ruang. Satu orang bisa kenal orang lainnya yang berasal dari satu kelas, satu kampus, satu pekerjaan, satu daerah atau bahkan enggak pernah bertemu sebelumnya. Untuk kasus terakhir, biasanya banyak memberi kejutan.

            Pertemuan satu orang dengan orang lain yang sebelumnya enggak saling mengenal—karena berasal dari daerah yang berbeda—biasanya akan memberikan perspektif baru buat kita dalam mengenal sifat dan kepribadian orang lain. Misalnya, kita bertemu dengan seseorang yang memang sudah lama kita kenal, baik di kelas, tempat kerja, teman masa kecil, atau lainnya. Pertemuan itu akan terasa biasa saja karena kita sudah kadung melihat atau mengenal sifat-sifat orang itu. Kalau dibawa ke hubungan yang lebih serius pun—dalam hal ini pacaran—akan terasa hambar saja. Enggak ada satu hal yang terasa baru dari diri dia. Coba bandingkan dengan pertemuan kita dengan seseorang yang belum pernah kita kenal atau lihat sebelumnya. Akan ada banyak hal baru yang membuat kita lebih menghargai keberagaman sifat seseorang. Kalau dibawa ke hubungan yang lebih serius—lagi-lagi misalnya pacaran—akan ada banyak hal baru yang bisa kita temui dari diri dia yang membuat kita sama-sama belajar. Minusnya, karena kita enggak terlalu mengenal dengan baik dia, kita bakal lebih banyak kaget dan aneh dengan perlakuan yang enggak biasa. Balik lagi: cocok-cocokan.

            Intinya, baik pertemuan dengan seseorang yang sudah pernah kita temui maupun orang asing yang belum pernah kita temui hendaknya dijadikan pelajaran dan proses pendewasaan diri. Bagaimana bisa beradaptasi dengan seseorang yang mempunyai habbit seperti kita dan lingkungan kita. Bagaimana bisa beradaptasi dengan seseorang yang sangat asing dengan kebiasaan kita. Pandai-pandailah beradaptasi. Dunia memang kadang enggak melulu menyajikan suatu hal yang sesuai dengan keinginan dan kebiasaan kita.

            Kata beberapa orang, jodoh itu biasanya enggak kita sangka-sangka kedatangannya. Katanya, jodoh itu bisa saja teman dekat kita. Bisa jadi juga jodoh itu strangers yang enggak pernah kita pikirkan bakal ketemu. Dalam perspektif saya, saya setuju dengan kedua doktrin itu.

            Jodoh itu bisa saja orang terdekat kita, entah itu teman, teman dekat, atau sahabat. Logikanya, tiga orang di atas itu paling tahu banget sama diri kita—khususnya sahabat. Mereka paling tahu sifat, kebiasaan, bahkan apa yang kita suka dan enggak suka. Mereka jadi orang pertama yang sering kita mintain tolong—misalnya konsultasi masalah percintaan. Mereka jadi orang yang paling sabar dengerin curhatan kita di kala ada masalah sama pasangan.

            Tanpa kita sadari, sosok yang selama ini kita cari itu ada di diri mereka—entah itu teman, teman dekat, atau sahabat. Mereka yang selalu sabar nasehatin kita, dengerin curhat kita, dimintain tolong buat ngasih saran ke kita, and she/hes is the right person! Singkatnya, buat apa kamu jauh-jauh mencari ke ujung dunia kalau yang kamu cari sebenarnya ada di depan mata kamu. Tapi kamunya aja yang enggak sadar kalau dia adalah orang yang tepat. Dia yang paling tahu banyak tentang kamu bisa jadi adalah orang yang paling bisa mengerti keinginan kamu. Dan, dia—teman, teman dekat, atau sahabat—sah-sah aja, bukan, menjadi pasangan?

            Jodoh juga bisa saja strangers dalam hidup kita. Yap, orang asing yang tiba-tiba masuk ke kehidupan kita tanpa pernah kita lihat sebelumnya. Karena belum pernah bertemu sebelumnya, kita sama-sama perlu menurunkan bahkan menghapus ego untuk beradaptasi satu sama lain. Saling mengalah ini akan membuat kehidupan ke depannya jadi lebih mulus karena satu sama lain saling menahan ego. Masing-masing dari kita juga jadi belajar banyak tentang sifat dan kebiasaan yang dimiliki orang asing. Ya, singkatnya, sih, orang asing bisa memberi warna baru bagi kehidupan kita yang cenderung monoton berada di lingkungan tertentu. Perlu ada penyegaran dari sisi perspektif sifat yang berujung pada penghormatan kepada orang lain.

            Baik orang terdekat atau strangers yang dirasa tepat menjadi jodoh kita, tetap saja bakal banyak kekurangan dari keduanya. Seperti kata orang, enggak ada yang sempurna di dunia ini. Orang terdekat atau strangers yang jadi pasangan kita tentu akan memberi banyak cobaan. Cobaan itu yang menguji kita untuk mempertahankan kepercayaan yang selama ini dipegang: apa iya dia memang tercipta untuk aku? Memang harapan enggak selalu berbanding lurus dengan kenyataan. Seperti kata Tulus, “kisah yang ternyata tak seindah itu”. Memimpikan sebuah kisah indah nyatanya enggak mudah—dan indah. 

Comments

Popular posts from this blog

Jihad Abdul Jaffar bin Baehaki

Mengenal Oedipus Complex dan Electra Complex

Bahasa Indonesia Sudah Go Internasional!