Tiga Alasan Isi Bensin di Shell Lebih Nyaman Dibandingkan di Pertamina

 


Ada harga ada kualitas itu nyata adanya.

        Bahan Bakar Minyak (BBM) sudah jadi komoditi pokok bagi hampir seluruh masyarakat Indonesia yang memiliki kendaraan. Setiap hari—atau dalam jangka waktu beberapa hari—pengguna kendaraan perlu mengisi bensin kendaraannya. Kalau kendaraan tak diisi bensin, ya, harus rela jalan sehat dorong motor.

            Kondisi itu disebabkan oleh kenyataan bahwa masyarakat kita masih ogah untuk pindah ke transportasi umum macam angkot, bus, kereta, dan lain-lain. Alasan kepraktisan dan sarana yang belum mendukung jadi salah dua bentuk pembelannya. Untuk urusan ini, biarlah berlalu dulu. Enggak akan saya bahas di sini sekarang, kok.

            Sebagai pengguna kendaraan—apalagi yang sehari-hari beraktivitas menggunakan kendaraan—beli bensin tiap hari itu memang sedikit mencolek isi dompet. Biaya perawatan kendaraan yang cukup mahal jika dibandingkan dengan beli skincare atau dua puluh porsi nasi rames, biaya hidup sehari-hari, biaya nongki-nongki di coffeeshop estetik sudah cukup bikin kita nangis tiap malem di pojokan kamar sambil bilang; “uangku kok cepet abis, ya…”

            Apalagi kalau harga bensin naik gila-gilaan. Nyesss banget. Rasanya, pengen, deh, jadi si paling ahli otomotif dan bikin kendaraan yang bahan bakarnya dari air. Enggak usah beli, tinggal ambil di sumur atau minta dari keran masjid. Gampang.

            Nyatanya, harga komoditi apa pun di Indonesia ini mirip-mirip sama harta kekayaan pejabat-pejabat; selalu naik. Minyak goreng, daging ayam, daging sapi, bensin. Semua naik. Cuma tinggal martabatku aja yang belum naik.

            Naiknya harga bensin cukup bikin saya—yang sering pergi-pergian—jadi lebih sering ngelus dada dan perlahan mengurangi mobilitas.

Yailah kaya zaman covid aja mengurangi mobilitas.

            PT Pertamina (Persero) sebagai penyedia BBM yang berkuasa di Indonesia, per 1 April 2022 resmi menaikkan harga salah satu jualannya, Pertamax 92, dari harga Rp 9000-Rp 9400/liter jadi Rp 12.500-Rp 13.500/liter.

Beli Pertamax 92 sekarang rasanya kek beli ayam geprek~

Sebenarnya, Pertamna bukan satu-satunya penyedia BBM di Indonesia. Masih ada Shell, Total, Mobil, dan lain-lain—walaupun jumlah pom bensin Pertamina masih lebih banyak ketimbang kompetitornya.

Menurut hemat saya, cuma Shell yang bisa—atau bahkan—bersaing dengan Pertamina dari segi pelayanan dan infrastruktur. Enggak percaya? Saya kasih alasannya.

1.      Petugas yang Ramah

Memang, ramah atau jutek itu sifatnya subjektif. Masing-masing orang punya standar keramahan tersendiri. Tetapi kalau keramahan sudah menjelma jadi tradisi di lingkungan kerja, rasanya itu bukan hal yang subjektif lagi.

Saya berani bilang petugas Shell itu ramah banget. Misal kita lagi mau isi bensin, biasanya mereka bilang gini.

“Selamat pagi/siang/malam, Pak, Bu (sambil merapatkan kedua telapak tangannya). Mau isi yang mana?”

            Habis itu, ya, biasa; mulai dari nol, ya. Setelah selesai, kita bakal dikasih struk pembayaran untuk dibayar di kasir.

            Bandingkan dengan beberapa SPBU Pertamina yang kadangkala petugasnya udah siap mijit angka di station pengisian (menentukan beli ribu rupiah) padahal kita belum sempet buka jok dan tutup tangka motor.

            Menurut saya, keramahan itu luar biasa pentingnya. Bukan berarti saya ingin dihargai, namun keramahan seseorang bisa bikin kita enggak sungkan untuk bertanya atau sekadar basa-basi dengan orang baru.

2.      Pelayanan ala Eropa

            Ngisi bensin di Shell itu beda banget sama ngisi bensin di Pertamina. Kalau biasanya kamu ngisi bensin pake motor N-Max atau “motor laki” yang enggak mengharuskan kamu turun dari motor, di Shell, apa pun motormu, kamu harus turun. Kalau enggak, siap-siap “disentil” petugas; “Mohon maaf, Pak, di sini harus turun,” ciaattt.

            Awalnya, saya sempat heran; kenapa mesti turun, ya? Ternyata, selain menghindari kejadian konsumen yang langsung tancap gas begitu saja tanpa membayar, turun dari motor saat isi bensin juga berguna untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan (baca: kebakaran) yang terjadi saat mengisi bensin. Konsumen yang tetap berada di atas motor saat mengisi bensin akan memiliki risiko lebih besar apabila motor tiba-tiba terbakar akibat alat elektronik yang dibawanya. Sementara konsumen yang turun dari motor saat isi bensin akan mudah untuk mengevakuasi diri jika hal itu terjadi. Nauzubillah.

            Hal yang krusial—dan dianggap remeh oleh sebagian orang—namun jadi SOP Shell dan mampu menyelamatkan nyawa manusia. Jadi sayang sama Shell xixixi.

            Di Shell, setelah ngisi BBM, kita bakal dikasih struk untuk dibayar di kasir. Biasanya, kasir selalu ada di ujung setiap station pengisian BBM. Walau terbilang agak ribet, tapi tata cara pembayaran ini bikin kita berasa di luar negeri; bayar bensin di kasir. Kebanyakan dari kita, kan, paling seneng sama hal yang kebarat-baratan, y g y?

3.      Privilege Konsumen

Ada yang bilang, pembeli adalah raja. Dan, ya, bagi konsumen Shell, mereka merasa mendapat banyak keuntungan. Sebagai konsumen Shell, kamu bisa memilih untuk jadi member Shell—jika menurutmu itu perlu. Caranya, cukup bilang saja ke petugas Shell kalau kamu mau menjadi member Shell. Nantinya petugas Shell akan memandumu untuk mengisi formulir. Setelah selesai, kamu akan dapat kartu berwarna merah dengan kelir putih bertuliskan “Shell Clubsmart”. Tapi itu dulu. Kalau sekarang, rasanya sudah tak ada kartu member lagi. Member Shell hanya tinggal melakukan scan barcode di aplikasi “Shell Asia”—khusus member yang sebelumnya sudah punya kartu member.

Lantas, apa keuntungannya?

            Setiap satu liter pembelian bensin Shell jenis apa pun akan mendapat dua poin. Poin ini bisa kita kumpulkan lalu ditukar dengan produk yang dijual di Shell atau dengan voucher belanja. Ya semacam investasi.

            Poin itu bisa ditukar dengan produk Shell namun harus disertai dengan pembelanjaan lebih dulu. Kamu bisa beli aqua botol lalu menukar poin yang kamu punya dengan es krim Magnum, misalnya. Irit, kan? Katanya, 150 poin bisa ditukar dengan barang yang berharga Rp 10.000.

            Poin Shell juga bisa ditukar dengan voucher belanja di Shell. Ini yang direkomendasikan karena tak perlu disertai pembelanjaan terlebih dahulu. Misalnya kamu punya 900 poin lalu ditukar dengan voucher belanja senilai Rp 60.000. Kamu bisa beli produk apa pun di Shell dengan voucher itu, loh!

            Satu hal sederhana yang jadi privilege konsumen Shell—khususnya pengguna mobil—adalah gratis pembersihan kaca depan mobil ketika pengisian bensin. Saat bensin diisi, petugas Shell akan mengambil semprotan burung dan menyemprot kaca depan mobil dengan cairan. Setelah itu kaca mulai dibersihkan. Ketika pengisian bensin selesai, kaca mobil pun akan bersih. Hal sederhana tapi ngaruh banget kalau kamu mau jemput doi buat malem mingguan tapi terganggu sama kaca depan mobil yang kotor dan banyak serangga mati.

            Walaupun Shell banyak menawarkan keuntungan, bukan berarti saya jadi fanboy Shell. Saya juga sering—bahkan lebih banyak—ngisi bensin di Pertamina. Ya, harga enggak bisa bohong, ya. Bisa-bisa saya harus puasa tiap minggu kalau tiap hari isi bensin Shell. Ada harga ada kualitas. Tapi, hasil penelitian berjudul “Analisis Performa Mesin Menggunakan Bahan Bakar Pertamax, Pertamax Turbo, Shell Super, dan Shell V-Power terhadap Daya dan Torsi pada Yamaha N-Max 155 CC” oleh Faisal Kurnia Akbar dkk. menunjukkan hasil bahwa penggunaan Shell V-Power dengan oktan 95 lebih bagus karena daya dan torsi motor yang dihasilkan lebih stabil. Ya, itu faktanya.

Comments

Popular posts from this blog

Jihad Abdul Jaffar bin Baehaki

Mengenal Oedipus Complex dan Electra Complex

Bahasa Indonesia Sudah Go Internasional!