Hold On Itu Perlu, Move On Itu Tuju

 

Jangan sampai move on cuma jadi ajang pelampiasan buat hati yang terlanjur sakit~

Di dalam sebuah hubungan—dalam hal ini percintaan—pasti bakal ada sejuta rasa yang tercipta. Rasa senang, emosi, sedih, adalah beberapa rasa yang umumnya ada di sebuah hubungan. Rasa yang campur aduk itu punya tendensi kepada jalannya sebuah hubungan.

Hubungan yang didominasi rasa senang bakal bikin kehidupan suatu pasangan diliputi kebahagiaan terus-menerus. Rasanya, tiap hari pengen aja ketemu, saling cerita, dan jalan-jalan keliling kota. Cemburu, negative thinking, bosen, enggak ada dalam kamus pasangan ini.

Sebaliknya, hubungan yang didominasi rasa sedih atau emosi juga bakal bikin satu pasangan punya kerjaan bersama; berantem. Tiap hari, pasti ada aja yang diributin. Entah soal telat ngabarin, enggak ngasih pap kalau lagi jalan keluar, atau si cowok terlalu baik buat si cewek, pasti aja diributin. Kehidupan pasangan yang gini sebetulnya minim probabilitas untuk tetap menghidupi hubungan percintaan.

Tetapi, ya, namanya juga hidup, semua pasti berimbang. Hubungan enggak mungkin berjalan lancar, aman, dan sentosa. Ada aja percikan-percikan api cemburu, emosi, dan sebagainya, yang jutsru bikin sebuah hubungan lebih gurih.

Namun, jikalau sudah kadung merasa muak dengan sebuah hubungan, dengan permasalahan yang terjadi, salah satu alternatifnya adalah mengakhiri hubungan itu. Mengakhiri sebuah hubungan memang tak mudah. Perlu perenungan yang mantap sebelum akhirnya memutuskan. Terlepas dari alasan sebuah hubungan berakhir—selingkuh, fokus kuliah, atau hijrah—nyatanya sebuah keputusan memang mutlak diambil.

Berakhirnya sebuah hubungan—nama kerennya “putus”—tandanya berakhir juga segala cerita cinta bersama dia. Putus, bikin kamu bisa kehilangan apa yang selama ini kamu anggap sebagai rutinitas, misalnya malem mingguan bareng pacar. Akan ada kebiasaan yang kamu anggap aneh, bikin kamu ngerasa, “kok gini, sih?”. Akhirnya kamu pun ngerasa terjebak dengan siklus pacaran yang selama ini dijalani dan menganggap kesendirian adalah hal yang aneh. Dampaknya, kamu pengen cepet-cepet cari pacar lagi atau sekadar chat mantan dengan kalimat klis, “jujur kemarin aku salah. Aku mau kita mulai lagi dari nol. Kamu mau, ‘kan?” dikira isi bensin apa mulai dari nol~

Apakah cari pasangan baru selepas putus itu adalah jalan yang tepat?

Saya rasa enggak sesederhana itu. Melupakan seseorang—apalagi kalau hubungannya bertahun-tahun—enggak semudah membalikkan telapak tangan. Tanpa sadar, segala tindak-tanduk yang kamu lakukan, pasti sedikit-banyaknya ngingetin kamu sama dia.

Mau makan, kuingat kamu. Mau tidur, teringat kamu.   

Lalu, apa yang sebaiknya kamu lakukan ketika putus? Saya coba kasih perspektif tentang apa yang lebih baik kamu lakukan setelah putus. Dalam hal ini, bayangkan kamu sudah putus dan punya niat buat move on dari dia.

1.      Biarkan kesedihan itu

Saya paham, mungkin beberapa di antara kamu enggak setuju dengan poin pertama ini. Tidak apa. Kita enggak perlu setuju dengan apa yang kita enggak suka, ‘kan?

Bagi saya, membiarkan kesedihan merasuki pikiran itu sah-sah aja—walaupun tetap ingat batasan dan kontrol diri. Selepas putus, pasti ada aja sesuatu yang bikin kamu inget terus sama dia, misalnya jalanan yang sering dilewati tiap ketemu, film kesukaan, wangi parfum yang sering dipake. Itu wajar.

Secara enggak sadar, waktu masih pacaran, hal-hal tersebut awalnya asing. Seiring berjalannya waktu, kamu mulai menerima hal-hal itu dan menjadikannya sebagai sesuatu yang memang semestinya begitu.

Makanya, waktu putus, kamu ngerasa sedih karena kebiasaan-kebiasaan itu udah jarang kamu rasakan, seakan-akan hal itu jadi asing—padahal emang dari awal udah asing, kan.

Enggak ada cara lain yang bisa kamu lakukan selain menerima kenyataan bahwa hubungan kamu dengan dia sudah berakhir. Waktunya kamu menerima dan merasa kesedihan yang datang, imbas dari hubungan kalian yang terlanjur bahagia tapi kadung berakhir.

Membiarkan diri larut dalam kesedihan yang terlalu lama juga enggak baik, bisa bikin kesehatanmu enggak terjaga.

Masa iya mau minta diingetin makan sama doi, kan udah putus~

Sejalan yang dibilang Nosstress, “jika senang jangan terlalu, jika sedih jangan terlalu”. Yang sedang-sedang saja. Masih cowok atau cewek di luar sana yang mungkin bisa menerima kondisi kamu.

There are plenty more fish in the sea!

2.      Hold On!

Setelah kamu mulai bisa menerima rasa sakit dan kesedihan itu, langkah selanjutnya adalah hold on atau menahan diri. Buang jauh-jauh perasaan dendam terhadap mantan yang bikin kamu pengen nunjukkin bahwa kamu pun bisa hidup tanpa dia, dengan mencari pasangan baru misalnya.

Tindakan ini sangat tidak disarankan. Kenapa? Karena boleh jadi, tindakan kamu itu enggak lebih dari sekadar dendam sesaat supaya hati kamu puas. Ujung-ujungnya, setelah hati kamu puas, hubungan yang baru kamu mulai itu jadi hambar—karena tujuan utamanya hanya bikin mantanmu nyesel.

Cobalah untuk lebih menyayangi diri sendiri ketimbang mikiran caranya balas dendam.

Ketika menjalin hubungan dengan seseorang secara enggak sadar bikin kehidupanmu berubah. Kamu yang dulunya seneng keluar buat ketemu temen-temen, seneng beraktivitas yang produktif, punya pikiran yang sehat, ketika menjalani sebuah hubungan malah jadi orang yang mageran, kerjaannya nunggu chat atau video call dari doi, dan lebih sering emosian. Kamu bukan dirimu yang dulu lagi.

Waktu putus dari pasangan jadi waktu yang ideal buat kamu mengembalikan sifat dan kebiasaan yang “aku banget”. Kamu yang awalnya rajin olahraga, bisa mulai kembali kebiasaan hidup sehat. Kamu yang awalnya seneng baca buku, bisa mulai ngabisin waktu buat ke perpustakaan atau cari buku baru di toko buku. Pokoknya, segala hal positif yang bisa bikin kamu kembali menjadi dirimu yang semula, lakukan!

Menahan diri dengan merenungi hubungan kamu sebelumnya pun boleh kamu lakukan. Gunanya supaya kamu paham dinamika pacaran, sifat orang yang beda-beda, dan plus-minus dari hubungan pacaran. Ini bisa jadi refleksi buat kamu biar enggak terburu-buru dan salah milih pasangan. Hold on itu perlu, agar kamu enggak merasa ada dalam belenggu di hubungan selanjutnya.

3.      Move on!

Langkah terakhir, ya, move on! Melangkah maju meninggalkan masa lalu yang udah kamu kubur dalam-dalam. Hak kamu untuk melakukan apa pun yang berguna. Mau cari pacar lagi? Silakan. Mau fokus kuliah atau kerja? Silakan. Mau kaya dan beli flyover? Silakan juga!

Kalau kamu mau cari pacar lagi, peresapan kesedihan dan introspeksi yang kamu lakukan sebelumnya bakal banyak banget membantu. Bisa saja kamu lebih selektif lagi pilih pasangan. Bisa juga kamu lebih milih buat mengomunikasikan rules pacaran dengan doi di awal-awal. Atau bisa juga kamu mau hubungan yang serius. Apa pun itu, pasti akan terbentuk dengan sendirinya seiring perenungan kamu di masa lalu.

Kamu bakal jadi orang yang benar-benar move dari kebiasaan lama. Move on bukan hanya sekadar cara kamu lupain dia, tapi jadi ajang refresh diri yang berguna bagi masa depan.

Move on bikin kamu bener-bener cari pasangan yang dibutuhkan—dengan berkaca kepada pengalaman dalam hubungan sebelumnya. Move on juga bikin kamu enggak cuma menjadikan seseorang pelarian, tetapi menjadikannya sebagai peristirahatan.

Comments

Popular posts from this blog

Jihad Abdul Jaffar bin Baehaki

Mengenal Oedipus Complex dan Electra Complex

Bahasa Indonesia Sudah Go Internasional!