Meninjau Distilasi Alkena dalam Skena Sastra Populer
Sumber: Goodreads |
Distilasi Alkena merupakan buku yang
ditulis oleh Wira Nagara, yang menceritakan tentang patah hati Wira Nagara
ketika ditinggal pergi oleh kekasihnya. Kemudian, kisah selanjutnya dari mantan
Wira Nagara itu diceritakan lagi olehnya di dalam buku kedua berjudul
“Disforsia Inersia”. Jadi, kedua buku tersebut saling berhubungan.
Melihat dari perbedaan karakteristik
budaya elit dan budaya massa, dapat terlihat bahwa Wira Nagara mengalami
alienasi atau terasing dalam kenyataan hidup dan mewadahi selera konsumen.
Karakteristik ini dapat terlihat dari
begitu digandrunginya Wira Nagara oleh para remaja yang aktif di Instagram, YouTube, dan blog.
Di media Instagram, Wira Nagara cukup sering membuat instastory tentang senja yang disisipi kata-kata yang mengandung
rima a-a-a-a—yang dianggap sangat puitis dan relevan oleh sebagian pengikutnya.
Di media YouTube sendiri, Wira Nagara mempunyai channel yang bernama “Wira Nagara”. Di dalam channel tersebut, Wira Nagara sering menyusupkan kata-kata
puitisnya yang selalu mengandung rima a-a-a-a di setiap videonya yang
kebanyakan vlog perjalanannya
keliling Indonesia dan Asia.
Di blognya, Wira rajin menulis seputar patah
hatinya ditinggal sang kekasih sehingga akhirnya bisa memproduksi buku “Distilasi
Alkena”. Dikatakan Wira Nagara sendiri, bahwa penciptaan buku tersebut
disebabkan traffic kunjungan blognya
yang terus meningkat sehingga ia ditawari penerbit untuk membukukan karyanya.
Dari beberapa media sosial yang ‘dikuasai’
Wira tersebut dapat terlihat bahwa karya ini sangat populer di kalangan remaja
atau anak muda. Hal tersebut bisa disebabkan karena apa yang diceritakan Wira
dalam bukunya sangat relate bagi anak
muda yang dikenal masih labil dalam urusan percintaan. Seakan hidupnya hanya
melulu tentang cinta.
Bukti kepopuleran Wira Nagara adalah saat
menghadiri Seminar Kebahasaan dan Kepenulisan di IKIP Siliwangi, November 2019.
Saat memasuki panggung seminar, Wira mendapat sambutan berupa teriakan-teriakan
penggemarnya dan banyak orang yang memotretnya.
Karakteristik
Sastra Populer
1.
Pembaca
Dari segi pembaca, sastra populer
merupakan sastra yang populer pada masanya dan banyak penggemarnya. Fakta
tersebut sudah disebutkan di atas bahwa melalui media sosial, karya Wira Nagara
dapat digandrungi oleh anak muda—khusunya remaja.
2.
Intensitas Penyajian dan Pemilihan
Persoalan
Dari intensitas penyajian, baik buku “Disforsia
Inersia” dan “Distilasi Alkena” mempunyai tema yang sama, yaitu tentang cinta.
Masalah-masalah yang disajikan pun berkutat tentang patah hati. Tema yang
disajikan hanya seputar kisah cinta Wira Nagara yang pernah dijalin lalu harus
kandas begitu saja. Wira Nagara mengungkapkan patah hatinya tersebut melalui
tulisan-tulisan yang menurut saya semacam curhat.
3.
Fungsi
Seperti diketahui bahwa sastra populer
memiliki fungsi untuk menghibur. Buku berjudul “Distilasi Alkena” pun memiliki
fungsi menghibur—walaupun yang dibahas adalah patah hati. Tidak ada aspek
hiburan yang memperkaya wawasan intelektual dalam buku ini. Hanya berbagi
pengalaman mengenai pahitnya kisah cinta yang pernah dijalani Wira.
4.
Struktur
Struktur yang ditekankan di dalam sastra
populer adalah menampilkan tokoh hanya dari segi emosi asli. Yang ditunjukkan
oleh Wira Nagara dalam bukunya ini hanya menunjukkan perasaan Wira yang emosi,
marah, sedih, terhadap apa yang ia rasakan. Tidak ditunjukkan sisi lain dari
sosok Wira Nagara yang dapat membuat perubahan yang berarti. Bahasa yang
dilukiskan dalam buku tersebut juga menurut saya adalah bahasa lisan yang
dituliskan. Hal tersebut karena dari beberapa postingan instastory atau feed di Instagram Wira Nagara sendiri, ia memang
berbicara dengan bahasa yang dituliskan di dalam buku tersebut. Contohnya
adalah kalimat-kalimat yang berima a-a-a-a. Contoh kalimat yang berima tersebut
adalah.
“Mulailah
harimu dengan sarapan, agar cukup tenaga saat tertolaknya semua harapan”.
Kalimat tersebut apabila diucapkan oleh Wira sering
menimbulkan efek baper bagi pendengar
atau pengikutnya yang merasa senasib-sepenanggungan dengan Wira.
5.
Sifat
Sifat klise dan diulang-ulang bisa jadi merupakan sifat yang paling menonjol di dalam buku ini. Hal yang klise itu contohnya adalah masalah patah hati yang dari awal hingga akhir, buku ini selalu membahas hal itu. Seakan tidak ada lagi hal yang lebih penting di dunia ini selain cinta. Bagi anak muda yang menggandrunginya, hal tersebut tidak masalah karena masalah tersebut memang sering dialami oleh remaja atau anak muda (baca: cinta monyet).
Sastra klasik atau sastra populer sama bagusnya—bagi para penikmat. Sastra klasik menghadirkan tanda-tanda yang perlu perenungan dan pemaknaan secara lebih intens. Sastra populer menghadirkan tema-tema yang dekat dengan kehidupan kita sebagai manusia.
Comments
Post a Comment