Kebersahajaan Manusia dalam Masyarakat Suku Baduy dan Dongeng Si Kabayan

 

Sumber: Pixabay


Hindia was right; bersedihlah secukupnya

Sejak kecil, rasanya kita selalu ditanamkan sebuah nilai hidup serba cukup dan tak berlebihan. Perkara makanan, kita dianjurkan untuk makan secukupnya, tidak berlebih. Apalagi sewaktu bulan Ramadan, saat berbuka puasa, dianjurkan untuk makan secukupnya agar kuat melaksanakan ibadah tarawih. Malahan, muncul sebuah kalimat terkenal; berhentilah makan sebelum kenyang. Hal ini mengandung makna bahwa segala aktivitas manusia, yang penting cukup, janganlah berlebihan.

Hal yang populer di kalangan gen Z yang menunjukkan pertentangan terhadap hidup serba cukup adalah perihal kesedihan. Diputusin pacar, sedih. Enggak cuma sedih, tapi kadang juga sampai tahap yang ekstrem—mulai dari enggak mau makan, mengurung diri di kamar, sampai melukai diri sendiri. Poin terakhir, biasanya menyayat-nyayat tangan sendiri pake silet. Apa enggak sakit, ya?

Padahal, kita hidup di zaman yang serba canggih. Apa pun yang kita mau, ada dalam genggaman (baca: handphone). Pelarian-pelarian dari kesedihan banyak tersebar di dunia maya. Kamu bisa cari video-video lucu sebagai penghibur diri. Kamu juga bisa tonton ratusan video motivasi tentang bagaimana menerima kesedihan. Kalau ternyata cara-cara itu enggak efektif, berarti memang kita sebagai manusia perlu banyak belajar tentang arti kebersahajaan.

Salah satu contoh dari orang-orang yang bersahaja di dunia modern ini adalah masyarakat Suku Baduy. Yap, masyarakat tradisional yang tinggal di daerah Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten ini adalah salah satu contoh yang menerapkan konsep kebersahajaan dalam kehidupan sehari-hari. Contoh paling sederhana terlihat dari bagaimana mereka menerima sebutan “Baduy” dari masyarakat luar terhadap mereka.

Masyarakat Baduy sebenarnya tak ingin dipanggil “Orang Baduy”. Mereka lebih senang dipanggil “Orang Kanékés”. Ketidaksenangan masyarakat Kanékés dipanggil “Orang Baduy” adalah karena sebutan “Baduy” menyamakan mereka dengan “Orang Badwi”; kelompok masyarakat pengembara padang pasir di tanah Arab yang dipandang memiliki peradaban rendah. Hal ini yang menjadi alasan mengapa masyarakat Baduy lebih senang dipanggil “Orang Kanékés” dibandingkan “Orang Baduy”.

Berkaitan dengan kebersahajaan—khususnya terkait kesedihan—masyarakat Kanékés tidak pernah menunjukkan kesedihan yang mendalam. Contohnya dalam suasana kesedihan akibat meninggalnya seseorang, orang Kanékés tidak menciptakan suasana kesedihan yang dipenuhi oleh riak tangisan anggota keluarga—yang diidentikkan sebagai tanda kedukaan. Suasana yang diciptakan justru tenang dan tertib yang mengiringi prosesi pengurusan jenazah. Tanda kesedihan hanya boleh ditunjukkan melalui tetesan air mata.

Hal sebaliknya juga terjadi pada tanda kebahagiaan. Orang Kanékés menunjukkan ekspresi kebahagiaan melalui senyuman. Tak perlu tertawa terbahak-bahak—sampai menangis (baca: ngakak). Kendati itu menunjukkan kebahagiaan, tertawa terbahak-bahak sangat dihindari oleh orang Kanékés. Tradisi mereka hanya memperkenankan kebahagiaan dicitrakan melalui ekspresi tersenyum.

Perwujudan kesedihan dan kebahagiaan yang sederhana itu memperlihatkan bagaimana bersahajanya orang Kanékés. Kesedihan dan kebahagiaan dipandang sebagai bumbu kehidupan yang tak perlu diperlihatkan secara berlebihan. Agaknya mereka yakin bahwa dunia memang berputar; kesedihan akan berganti menjadi kebahagiaan. Kebahagiaan juga akan berganti menjadi kesedihan.

Sejalan dengan kebersahajaan orang Kanékés ini, menarik untuk melihat bagaimana kebersahajaan juga ditunjukkan oleh Si Kabayan, salah satu tokoh fiksi yang terkenal dari Jawa Barat. Dalam salah satu dongengnya, Si Kabayan Jalan-Jalan, Si Kabayan menunjukkan bagaimana sejatinya seorang manusia harus bersikap dalam kehidupan sehari-hari.

Di dalam dongeng diceritakan bahwa Si Kabayan hendak melakukan tamasya dengan beberapa temannya. Jalan yang harus dilalui Si Kabayan dan teman-temannya cukup jauh dan berliku-liku. Suatu waktu, Si Kabayan dan teman-temannya dihadapkan pada sebuah jalan yang menanjak. Mau tak mau, jalan itu harus dilalui oleh mereka. Di tengah perjalanan melewati jalan yang menanjak, teman-teman Si Kabayan mengeluh akan jalan yang terus menanjak seakan tak ada habisnya. Mereka berkeluh kesah sepanjang perjalanan. Di sisi lain, Si Kabayan tampak menikmati perjalanan melewati jalanan yang menanjak tanpa rasa lelah atau sedih. Ia justru berjalan dengan ekspresi bahagia.

Salah satu teman Si Kabayan bertanya, “Kabayan, mengapa kamu bahagia sekali melewati jalan menanjak seperti ini?”. Si Kabayan pun menjawab, “Mengapa harus bersedih dan berkeluh kesah? Setelah jalan menanjak seperti ini, sebentar lagi kita akan menemukan jalan menurun.” Teman-teman Si Kabayan tampak aneh mendengar jawaban Si Kabayan.

Tak lama berselang, jalan menanjak berakhir. Jalan yang mereka lalui menjadi landau dan menurun. Teman-teman Si Kabayan—yang sedari tadi berkeluh kesah dan bersedih ketika melewati jalan menanjak—tertawa bahagia, kegirangan karena menemukan sebuah jalan yang menurun. Sebaliknya, Si Kabayan yang semula bahagia ketika melewati jalan yang menanjak, menangis tersedu-sedu. Teman-teman Si Kabayan pun heran, dan bertanya kepada Kabayan, “Kabayan, kamu ini bagaimana? Kamu seharusya bahagia karena jalan sudah menurun. Kita tidak perlu susah dan lelah melewati jalan yang menanjak.” Dengan kesedihan yang mendalam, Si Kabayan menjawab, “Aku menangis karena sebentar lagi kita akan menjumpai jalan yang menanjak lagi.”

Dongeng Si Kabayan Jalan-Jalan di atas memperlihatkan kepada kita bahwa tak perlu sedih dan senang berlebihan. Dunia berputar. Kesedihan akan digantikan oleh kebahagiaan. Sebaliknya, kebahagiaan akan digantikan oleh kesedihan. Seperti kontur sebuah jalan. Di balik jalan yang menanjak, pasti ada jalan yang menurun. Di balik jalan yang menurun, pasti ada jalan menanjak.

Janganlah berlarut-larut dalam kesedihan. Janganlah pula terlarut dalam euforia. Hidup yang normal-normal saja. Ada saatnya kita bahagia. Ada saatnya kita sedih. Semoga kita senantiasa dapat berbahagia dan bersedih sesuai porsinya, ya!

Comments

Popular posts from this blog

Jihad Abdul Jaffar bin Baehaki

Mengenal Oedipus Complex dan Electra Complex

Bahasa Indonesia Sudah Go Internasional!