Perkampungan Budaya Betawi: Antara Pelestarian Budaya Betawi dan Selera Pasar

 

Jembatan di Perkampungan Budaya Betawi

Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan terletak di Jalan Moh. Kafi II, RT 13 RW 8 Srengseng Sawah, Kec. Jagakarsa, Jakarta Selatan. Luas wilayah di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan mencapai 289 hektar yang terdiri dari lahan milik pemerintah dan lahan milik masyarakat setempat. Mayoritas lahan di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan ini merupakan lahan milik masyarakat Betawi yang sejak lama telah tinggal di daerah ini. Lahan kepemilikan pemerintah di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan ini kemudian dikelola oleh Dinas Kebudayaan, Dinas Sumber Daya Air, dan Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi Jakarta.

Secara sederhana, Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan memiliki beberapa zona, di antaranya adalah Zona A, Zona B, Zona C, dan Zona Embrio. Zona A merupakan tempat pelestarian kesenian Betawi, seperti Museum Betawi, amphitheater, dan gedung serbaguna. Di dalam Museum Betawi, pengunjung dapat menikmati koleksi batik Betawi, baju khas Betawi, alat musik Betawi, hingga replika makanan khas Betawi.

Di amphitheater, pengunjung dapat menikmati pertunjukan kesenian Betawi yang rutin dilaksanakan setiap akhir pekan.

Di gedung serbaguna, pengunjung dapat beristirahat dan menyaksikan beberapa pertunjukan yang disajikan.

Zona B merupakan tempat berkumpulnya kuliner atau jajanan khas Betawi. Zona B menjadi tempat beristirahat pengunjung sembari menikmati jajanan dan kuliner khas Betawi. Sementara Zona Embrio digunakan sebagai tempat pengembangan fasilitas sarana dan prasarana untuk melesarikan Kampung Betawi.

Di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan pun setidaknya terdapat tiga jenis wisata, yakni wisata air, wisata budaya, dan wisata agro. Wisata air dapat dilakukan di Setu Babakan dengan fasilitas penyewaan sepeda air sehingga pengunjung dapat mengelilingi Danau Setu Babakan. Wisata budaya dapat terlihat di dalam lingkungan Perkampungan Budaya Betawi yang meliputi Museum Betawi dan amphitheater. Pengunjung dapat melihat koleksi Museum Betawi dan menyaksikan pertunjukan kesenian Betawi di setiap akhir pekan. Wisata agro dapat dilakukan oleh pengunjung dengan menanam atau memetik buah-buahan di area perkebunan di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan.

Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan merupakan destinasi wisata budaya yang memiliki tujuan utama sebagai tempat konservasi kebudayaan Betawi (Pradini et al., 2014). Terkait dengan wisata budaya di Perkampungan Budaya Betawi, dikelola oleh Unit Pengelola Kawasan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Unit Pengelola Kawasan Perkampungan Budaya Betawi memiliki kewenangan untuk melestarikan budaya Betawi dan mengembangkan sarana dan prasarana yang dapat menunjang wisata budaya di Perkampungan Budaya Betawi. Unit Pengelola Kawasan Perkampungan Budaya Betawi berada di bawah Dinas Kebudayaan Provinsi Jakarta.

Unit Pengelola Kawasan Perkampungan Budaya Betawi memiliki program-program yang terkait dengan pelestarian kebudayaan Betawi. Beberapa program di antaranya adalah workshop kesenian Betawi dan pertunjukan kesenian Betawi. Kegiatan workshop dan pertunjukan kesenian kerap dilaksanakan pada mulai hari Selasa-Minggu dalam satu pekan. Kegiatan workshop biasa dilakukan mulai pukul 10.00 WIB, sedangkan pertunjukan kesenian Betawi biasa dilakukan mulai pukul 14.30 WIB.

Unit Pengelola Kawasan Perkampungan Budaya Betawi dibentuk agar dapat memaksimalkan pengelolaan kesenian Betawi, khususnya di sekitar Srengseng Sawah, umumnya seluruh Jakarta. Seperti diungkapkan oleh Riri, Bagian Pelayanan Unit Pengelola Kawasan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, semula pengelolaan kesenian hanya dilakukan oleh masyarakat dengan bantuan dana dari pemerintah. Dengan hadirnya Unit Pengelola Kawasan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, pengelolaan kesenian—khususnya terkait dengan penjadwalan pertunjukan dan bantuan dana—dapat lebih teratur sehingga masyarakat dapat fokus dalam mengembangkan kesenian Betawi yang dimiliki.

Wisata budaya—khususnya pertunjukan kesenian—di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan menampilkan sanggar-sanggar kesenian Betawi dari seluruh daerah Jakarta. Namun, tidak semua sanggar dapat tampil di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Sanggar-sanggar kesenian Betawi yang dapat ditampilkan di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan merupakan sanggar-sanggar yang telah terdaftar di Dinas Kebudayaan Provinsi Jakarta.

Selain pertunjukan kesenian Betawi, di Perkampungan Budaya Betawi pun terdapat workshop kesenian Betawi, seperti workshop pencak silat, workshop Gambang Kromong, workshop tari, dan lain-lain. Workshop-workshop tersebut biasanya diisi oleh sanggar-sanggar sekitar Setu Babakan sebagai pemateri dalam kegiatan tersebut. Hal ini menjadi sarana pewarisan nilai-nilai budaya Betawi kepada masyarakat luas.

“Kalau untuk workshop kami mengutamakan jenis kesenian yang ditampilkan oleh sanggar-sanggar di sekitar Setu Babakan. Karena workshop itu kan rutin, dari Selasa-Minggu. Jadi kami fokus memberdayakan sanggar-sanggar di sekitar dulu. Karena melihat dari jarak, waktu, mungkin lebih cepet ketika mereka ada di sekitar kawasan ini.”(Wawancara, 6 Juni 2024).

Unit Pengelola Kawasan Perkampungan Budaya Betawi sebagai pengelola kesenian Betawi terlihat mengalami dilema dalam hal pengelolaan kesenian Betawi. Unit Pengelola Kawasan Perkampungan Budaya Betawi—sesuai dengan tujuan dibentuknya sebagai pelestari kebudayaan Betawi—berupaya menampilkan kesenian Betawi dengan proporsi yang berimbang terkait bentuk kesenian Betawi yang ditampilkan. Namun, upaya tersebut tampak berbenturan dengan keinginan pengunjung Perkampungan Budaya Betawi. Diakui oleh pihak Unit Pengelola Kawasan Perkampungan Budaya Betawi bahwa kendala yang dihadapi dalam upaya menampilkan segala bentuk kesenian Betawi adalah minimnya jumlah sanggar yang masih memelihara kesenian tersebut dan permintaan penonton terhadap kesenian tertentu.

Sebagai contoh adalah pertunjukan pencak silat. Pencak silat—khususnya pencak silat Betawi, Beksi—sudah tidak ditampilkan lagi di Perkampungan Budaya Betawi karena tidak diminati oleh penonton. Walaupun keberadaan padepokan silat yang terdaftar di Dinas Kebudayaan Jakarta masih tetap ada, tetapi karena kurangnya pengunjung yang menaruh minat menyaksikan pertunjukan pencak silat tersebut sehingga pencak silat hanya mengisi kegiatan workshop bagi orang-orang yang tertarik belajar silat.

Hal ini menunjukkan bahwa upaya Unit Pengelola Kawasan Perkampungan Budaya Betawi sebagai pelestari kebudayaan Betawi yang dituntut untuk menampilkan berbagai kesenian khas Betawi harus berkompromi dengan pengunjung demi kebutuhan wisata.

Imbas dari adanya covid-19 yang terjadi beberapa tahun lalu masih dirasakan imbasnya oleh Unit Pengelola Kawasan Perkampungan Budaya Betawi. Maka, kesenian yang ditampilkan pun perlu memperhitungkan aspek ketertarikan dan keterhiburan pengunjung terhadap pertunjukan yang ditampilkan. Hal ini dilakukan guna menarik minat wisatawan untuk mengunjungi Perkampungan Budaya Betawi seperti dulu sebelum adanya wabah covid-19.

Berdasarkan observasi di lapangan, pertunjukan-pertunjukan yang mendapat perhatian dari pengunjung di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan di antaranya adalah ondel-ondel, lenong, dan tari. Hal ini juga didukung oleh fakta bahwa ketika ondel-ondel, lenong, dan tari ditampilkan di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, masing-masing sanggar seni ini membawa serta penonton setia mereka sehingga menciptakan kesan lebih ramai dalam setiap penampilannya.

Pertunjukan ondel-ondel dan lenong pernah ditampilkan pada hari Sabtu, 4 Mei 2024 di depan Museum Betawi dan di gedung serbaguna Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Pertunjukan ondel-ondel saat itu dilakukan oleh Sanggar Cahaya Betawi mulai pukul 14.00. Di dalam penampilannya, ondel-ondel tidak hanya berjalan dan menari saja, tetapi juga terdapat pertarungan silat yang menarik minat pengunjung. Pengunjung tampak antusias menyaksikan pertunjukan ondel-ondel tersebut, khususnya anak-anak.

Ondel-Ondel Sanggar Cahaya Betawi

Setelah pertunjukan ondel-ondel dari Sanggar Cahaya Betawi, pertunjukan dilanjutkan dengan penampilan Lenong Preman dari Sanggar Sekojor pada pukul 15.30. Di dalam pertunjukan Lenong Preman ini diangkat sebuah cerita berjudul “Sorban Merah”. Cerita Sorban Merah bercerita tentang anak seorang tuan tanah yang mencuri upeti yang dikumpulkan oleh ayahnya demi membantu masyarakat miskin. Dalam penampilannya, banyak pengunjung yang menempati gedung serbaguna untuk menyaksikan pertunjukan tersebut. Hal ini kiranya menunjukkan bahwa ondel-ondel dan lenong merupakan kesenian yang diminati oleh pengunjung.

Lenong Preman "Sorban Merah" Sanggar Sekojor

Selain ondel-ondel dan lenong, pertunjukan tari pernah ditampilkan pada hari Minggu 12 Mei 2024. Di hari tersebut, terdapat dua penampilan kesenian, yakni Tari Tradisional Betawi (Tari Topeng Samba dan Tari Kembang Botoh) dari Sanggar Ratnasari dan Keroncong Betawi dari Bandar Jakarta. Berdasarkan pengamatan, ketika pertunjukan Tari Topeng Samba dan Tari Kembang Botoh ditampilkan, pengunjung sangat antusias untuk menonton dan mengambil foto dengan para penari. Namun, ketika pertunjukan tari telah selesai dan beralih ke pertunjukan keroncong Betawi, hanya tersisa beberapa penonton saja yang masih menyaksikan pertunjukan tersebut. Hal ini juga menunjukkan bahwa pengunjung lebih tertarik kepada pertunjukan tari daripada pertunjukan keroncong Betawi.

Tari Kembang Botoh Sanggar Ratnasari

Tari Topeng Samba Sanggar Ratnasari

Unit Pengelola Kawasan Perkampungan Budaya Betawi memiliki tujuan untuk melestarikan kesenian Betawi kepada masyarakat luas. Namun, hambatan yang dimiliki oleh Unit Pengelola Kawasan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan dalam menampilkan berbagai kesenian Betawi adalah minimnya sanggar-sanggar yang masih melestarikan kesenian Betawi yang tidak banyak dikenal masyarakat dan kebutuhan pariwisata (pengunjung). Hal ini menjadi dilema bagi Unit Pengelola Kawasan Perkampungan Budaya Betawi dalam mengelola kesenian Betawi. Di satu sisi sangat penting untuk mengenalkan berbagai kesenian Betawi. Di sisi lain, Unit Pengelola Kawasan Perkampungan Budaya Betawi perlu “memuaskan” pengunjung dengan menampilkan kesenian yang disukai oleh banyak orang. Kondisi ini juga menuntut sanggar-sanggar untuk terus melakukan inovasi dengan menyesuaikan dengan selera pasar.

Referensi

        Pradini, G., Kausar, D. R. K., & Alfian, F. (2014). Manfaat dan Hambatan Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Journal of Tourism Destination and Attraction, 2(2), 69–76.



Comments

Popular posts from this blog

Film Ancika: Dia Yang Bersamaku 1995; Romantisme Dilan dalam Bayang Milea

Pupujian: Tradisi Lisan Sunda yang Sarat Nilai

Apakah Dating Apps Lebih Baik Ketimbang Cari Pacar Jalur Konvensional?