Rekomendasi Tempat Nge-Date (Dulu) di Bandung Versi Saya
![]() |
Sumber: Kumparan |
Nge-date versi saya dulu kayanya enggak jauh-jauh dari kuliner, deh…
Ngomongin soal ngedate, tiap pasangan kayanya punya preferensi
masing-masing ke mana mereka bakal ngabisin waktu sama orang tersayang. Entah itu
dinner romantis di restoran sambil liat citylight, hiking ke gunung, atau cuma pergi
ke daerah dataran tinggi biar bisa healing dan deeptalk. Tujuannya tentu tiada
lain tiada bukan adalah untuk hanya bisa punya waktu dan kesempatan untuk ada
di situasi romantis dan syahdu sama orang yang dicinta.
Tapi, contoh-contoh kegiatan di atas kayanya enggak relate di hubungan saya
dulu. Saya dan pacar saya dulu lebih sering pergi ke tempat-tempat yang “memaksa”
kami untuk makan. Singkatnya; kami sering ngedate di tempat makan! Kayanya enggak
cocok kalau disebut ngedate. Ya, anggap aja makan berdualah, ya.
Sebagai anak dari kabupaten yang sekolah di Kota Bandung, satu di antara culture
shock yang saya rasakan adalah bertaburnya tempat makan yang bisa dicoba. Kalau
di tempat tinggal saya cuma lazim ditemui bakso, mie ayam, bakso tahu, dan
kawan lainnya, di kota, saya jadi tahu berbagai macam kuliner lain yang
ternyata agak gimana, gitu…
Keadaan ini tentu dilandasi satu hal; pacaran. Saat SMA, saya punya pacar
yang notabene orang kota asli. Pengetahuan soal tempat makan yang enak, jelas
enggak usah ditanya. Saya, sebagai orang asing di kota ini, jadi mangut-mangut
saja ketika diajak ke beberapa tempat makan sehabis pulang sekolah.
Untuk itu, saya coba kasih list beberapa tempat yang cukup lumayan sering
saya dan dia datangi dulu.
1. McDonald’s
Istana Plaza
Tempat pertama yang cukup sering dikunjungi dulu adalah McDonald’s di Istana
Plaza. Letak gerai fast food yang ada di luar mal Istana Plaza ini bikin mudah
diakses pelanggan, termasuk saya. Tapi, alasan yang lebih utama mungkin karena ini
adalah satu-satunya restoran fast food yang paling dekat dengan sekolah saya
dulu. Kami cukup sering mampir ke sini, tapi enggak setiap hari juga. Mungkin 1
atau 2 minggu sekali.
![]() |
Sumber: TripAdvisor |
Sebagai orang
kabupaten yang jarang bisa makan burger, tentu pilihan saya selalu tertuju pada
menu andalannya: Chicken Burger. Memang saya jadi ke-Barat-Baratan makan
burger. Tapi, ya, sesekali ngerasain jadi orang kota enggak salah, dong?
Selain Chicken Burger, menu lain
yang kerap jadi pilihan saya juga adalah PaNas. PaNas adalah paket nasi yang
isinya ayam, nasi, dan fruit tea—seinget saya ada omeletnya, sih. Ini juga menu
yang pas untuk mengisi perut yang keroncongan setelah seharian belajar di
sekolah. Selain dua menu itu, salah satu menu yang kami ambil adalah Happy
Meal. Happy Meal ini memang beneran bikin happy—termasuk pacar saya dulu. Gimana
enggak happy coba kalau dikasih makanan, minuman, terus dikasih mainan?
Walaupun terlihat kekanak-kanakan buat
orang dewasa yang lebih happy meal, tapi toh menu ini selalu menarik karena
kerap bikin kolaborasi dengan siapa pun. Setidaknya saya tahu bahwa McDonald’s
pernah kolaborasi sama Minions dan Little Pony.
![]() |
Sumber: McDonald's Indonesia |
2. Seblak
Abdul
Sebagai orang yang melihat skena perseblakan di Bandung sekarang,
rasa-rasanya Seblak Abdul ini jadi salah satu pelopor budaya makan seblak bagi
anak sekolah—baik laki-laki atau Perempuan. Pertama diajak ke sini, saya kaget
bukan main. Satu gerobak seblak dan dua meja kayu dikerubungi belasan anak
sekolah! Seblak Abdul ini memang letaknya cukup strategis; mudah dikenali dari
jalan utama.
Posisi mangkalnya yang ada di depan rumah sakit, di samping jalan besar,
dan dekat dengan beberapa sekolah di Bandung bikin tempat ini enggak pernah
sepi waktu itu.
![]() |
Sumber: Horego.com |
Bagi saya, makan seblak sama saja seperti makanan pada umumnya; cukup lewat
kerongkongan tanpa menimbulkan hasrat pengin makan seblak setiap hari. Maka,
menu yang biasanya saya pesan juga terbilang basic: kerupuk seblal dicampur mie
ditambah pangsit. Yang bikin unik dari seblak ini adalah penyajiannya. Saya kurang
tahu saat ini kondisi penyajiannya seperti apa, tapi di rentang tahun 2015-2017
saya kerap dapat seblak dalam kemasan gelas plastik. Iya, gelas plastik yang biasa
diisi jus.
Sampai sekarang saya belum bisa memahami kenapa seblak ini disajikan di
gelas plastik? Apakah supaya praktis; habis langsung buang ke tempat sampah,
apakah setiap giliran saya selalu kehabisan mangkuk, atau strategi marketing?
Wallahualam.
3. Torico
Sushi Cihampelas Walk
Ini mungkin adalah salah satu tempat di mana saya tahu ada makanan yang terdiri
dari ikan, nasi, buah, dan tumbuhan. Serius. Sepanjang saya hidup saat itu—mungkin
umur 17 tahun—mencoba makan sushi adalah suatu pengalaman yang cukup menarik.
Kala itu saya diajak pacar saya untuk makan sushi. Dia tampaknya suka dan coba
meracuni saya untuk suka sushi juga. Restoran sushi yang pertama dan menjadi
favorit tampaknya ini, Torico Sushi yang ada di Cihampelas Walk.
![]() |
Sumber: PergiKuliner.com |
Jujur saja, saya enggak begitu ingat sushi macam apa yang beberapa kali
saya pesan. Maklum, orang desa diajak makan sushi, ya, bingung. Satu, bingung
isi sushi itu apa aja. Dua, bingung rasanya seperti apa. Tiga, bingung cara
makannya seperti apa. Dicocol saus atau dicocol wasabi? Ah, saya jelas sekali
udik waktu itu.
Satu yang saya ingat, saya selalu pesan menu sushi yang di dalamnya itu
nasi, diberi daging, dibungkus rumput laut, dan diselimuti saus mentai. Hanya itu
sushi yang cocok di lidah saya. Selebihnya, termasuk sashimi, lewat mulut saja
sudah disuruh putar balik oleh lambung saya.
4. Pa
Oyen 18 Sukajadi
Terakhir, tempat makan yang selalu bikin saya ketagihan untuk kembali—mengalahkan
tiga tempat sebelumnya. Dari depan, tempat ini keliatan seperti tempat makan
biasa, enggak ada yang spesial. Tapi, begitu tahu ada es campur yang jadi
andalan, dijamin siapa pun yang pernah ke sini selalu ingin balik lagi.
![]() |
Sumber: Kumparan |
Pa Oyen 18 adalah tempat makan dengan menu variatif, mulai bakso, mie ayam,
mie yamin, nasi goreng, bakso tahu, sate, dan lain-lain. Tempat makan ini punya
beberapa cabang di Kota Bandung, di antaranya di Cijaura, Cimahi, Buahbatu, dan
Dipati Ukur.
Makanan yang sering saya pesan di sini adalah bakso tahu dan nasi goreng. Sebenarnya
makanannya hampir sama dengan di tempat lain, hanya saja bagi saya ada sesuatu
yang beda. Bumbu yang dipakai di bakso tahu bisa dibilang enggak terlalu lekoh
dan kental. Yang ada justru agak encer. Nah, ini yang saya suka karena jelas
enggak bikin mual. Selain bakso tahu dan nasi goreng, menu yang jelas tak boleh
dilewatkan adalah es campur spesial durian.
Dengan harga Rp22.000 (mungkin sekarang ada kenaikan harga), saya disuguhkan semangkuk es campur yang isinya kurang lebih ada kelapa muda, nangka, alpukat, pacar cina, durian, dan beberapa jelly. Jujur, untuk hitungan es campur, menu yang satu ini bikin kenyang.
![]() |
Sumber: Hipwee |
Itulah beberapa tempat yang saya rekomendasikan jadi tempat ngedate buat kalian yang punya pacar. Eh, tapi, kok, di tulisan ini enggak nyinggung ngedate-nya, ya? Haduh, enggak fokus gara-gara mikirin makanan teroos!
Comments
Post a Comment