Angan-Angan Acara Berkualitas Di Tengah Kondisi yang Serba Terbatas
Seluruh dunia
sedang kewalahan, termasuk Indonesia
Sejatinya, manusia adalalah satu-satunya makhluk yang
mampu bekerja, bersosialisasi, dan berkreasi dengan hampir sama baiknya. Namun,
ada satu hal yang dapat meyebabkan manusia berhenti melakukan hal tersebut:
sakit. Ya, sakit dapat menjadi penghalang bagi manusia dalam menjalankan segala
aktivitasnya. Dan saat ini, hampir semua negara di dunia sedang ‘sakit’.
Awal tahun 2020 nampaknya tidak seindah perkiraan
banyak orang mengenai awal tahun yang penuh kebahagiaan—walaupun tanggal 14
Februari merupakan hari kasih sayang menurut sebagian orang. Awal tahun menjadi
masa-masa pelik bagi negara-negara di seluruh dunia karena kehadiran virus corona
atau Coronavirus Disease 2019
(COVID-19). Virus endemic kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok ini nyatanya
sukses naik kelas jadi pandemic. Amerika Serikat, Spanyol, dan Italia berada di
puncak jumlah warga yang terjangkit virus ini dengan total kasus masing-masing
434.927, 148.220, dan 139.422 orang yang terinfeksi (9 April 2020). Indonesia
pun termasuk negara di ASEAN yang tebilang cukup banyak kasusnya yaitu 7135
orang yang terinfeksi (22 April 2020). Kasus ini menyebar di 33 provinsi di
Indonesia dan membuat panik seluruh rakyat Indonesia.
Berbagai aturan diberlakukan oleh Pemerintah mulai dari imbauan untuk tetap #DiRumahAja, melakukan social distancing—yang kemudian diralat menjadi physical distancing—hingga yang terbaru tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Keadaan ini tentu sangat berimbas kepada orang-orang yang terbiasa bekerja di luar rumah. Efek imbauan untuk tetap #DiRumahAja nampaknya yang sangat terasa bagi sebagian besar orang. Mereka yang terbiasa melakukan aktivitas di luar rumah dalam kondisi seperti ini dipaksa untuk tetap berdiam diri di rumah. Rasa cemas dan bosan nampaknya menjadi pil pahit yang harus mereka telan. Cemas akan stok sembako yang kian hari kian menipis berbanding lurus dengan pengeluaran yang harus dikeluarkan setiap hari. Belum lagi cemas memikirkan masa depan di tempat kerja. Bosan dengan kehidupan #DiRumahAja dengan hiburan yang itu-itu saja. Memang sebelum ada virus ini hiburan di Indonesia itu-itu saja, kok!
Berbagai aturan diberlakukan oleh Pemerintah mulai dari imbauan untuk tetap #DiRumahAja, melakukan social distancing—yang kemudian diralat menjadi physical distancing—hingga yang terbaru tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Keadaan ini tentu sangat berimbas kepada orang-orang yang terbiasa bekerja di luar rumah. Efek imbauan untuk tetap #DiRumahAja nampaknya yang sangat terasa bagi sebagian besar orang. Mereka yang terbiasa melakukan aktivitas di luar rumah dalam kondisi seperti ini dipaksa untuk tetap berdiam diri di rumah. Rasa cemas dan bosan nampaknya menjadi pil pahit yang harus mereka telan. Cemas akan stok sembako yang kian hari kian menipis berbanding lurus dengan pengeluaran yang harus dikeluarkan setiap hari. Belum lagi cemas memikirkan masa depan di tempat kerja. Bosan dengan kehidupan #DiRumahAja dengan hiburan yang itu-itu saja. Memang sebelum ada virus ini hiburan di Indonesia itu-itu saja, kok!
Tak
dapat dipungkiri kualitas tayangan yang disuguhkan di televisi atau media
elektronik lainnya merupakan tayang-tayangan mainstream yang kita sendiri pun sudah tahu maksud dari tayangan
itu seperti apa, endingnya akan
seperti apa. Sehingga penonton pun mau tidak mau dijejali tontonan yang menurut
sebagian orang mungkin itu biasa saja. Dalam menyiasati kebosanan masyarakat
yang sedang melakukan social distancing
kiranya perlu disuguhkan hal-hal baru yang dapat menarik perhatian masyarakat
agar tidak bosan melakukan social
distancing.
Belum lama ini, Komunitas Salihara Arts Center di kanal YouTubenya menayangkan sebuah pertunjukan teater yang berjudul Cakar Monyet. Cakar Monyet sendiri merupakan sebuah teater horor yang disadur dari cerpen “The Monkey’s Paw karya W. W. Jacobs. Teater ini ditampilkan oleh Mainteater Bandung, dan disutradarai oleh Wawan Sofyan. Teater ini sebelumnya pernah ditampilkan pada tanggal 4-5 April 2014 di Teater Salihara. Pertunjukan yang ditayangkan di kanal YouTube Komunitas Salihara Arts Center merupakan dokumentasi dari pertunjukan pada tahun tersebut. Komunitas Salihara ini membuat segmen bernama Stay A(r)t Home sebagai usaha untuk terus menghidupkan kesenian di tengah situasi pandemi. Selain pertunjukan teater berjudul Cakar Monyet, Komunitas Salihara rencananya juga akan menayangkan teater-teater judul lain, diantaranya Monolog Suara-Suara yang Tak Terlahir, Maria, Desdemona, The Light Within a Night, Kembali, Carita Pole Ri Seddi Wanua, dan lain-lain. Apa yang dilakukan oleh Komunitas Salihara ini merupakan ide brilian agar tetap menjaga masyarakat tetap #DiRumahAja dengan menyuguhkan tontonan yang berbeda dari tontonan pada umumnya. Ini bermaksud agar seni dapat terus hidup di tengah situasi pandemi Covid-19 ini.
Belum lama ini, Komunitas Salihara Arts Center di kanal YouTubenya menayangkan sebuah pertunjukan teater yang berjudul Cakar Monyet. Cakar Monyet sendiri merupakan sebuah teater horor yang disadur dari cerpen “The Monkey’s Paw karya W. W. Jacobs. Teater ini ditampilkan oleh Mainteater Bandung, dan disutradarai oleh Wawan Sofyan. Teater ini sebelumnya pernah ditampilkan pada tanggal 4-5 April 2014 di Teater Salihara. Pertunjukan yang ditayangkan di kanal YouTube Komunitas Salihara Arts Center merupakan dokumentasi dari pertunjukan pada tahun tersebut. Komunitas Salihara ini membuat segmen bernama Stay A(r)t Home sebagai usaha untuk terus menghidupkan kesenian di tengah situasi pandemi. Selain pertunjukan teater berjudul Cakar Monyet, Komunitas Salihara rencananya juga akan menayangkan teater-teater judul lain, diantaranya Monolog Suara-Suara yang Tak Terlahir, Maria, Desdemona, The Light Within a Night, Kembali, Carita Pole Ri Seddi Wanua, dan lain-lain. Apa yang dilakukan oleh Komunitas Salihara ini merupakan ide brilian agar tetap menjaga masyarakat tetap #DiRumahAja dengan menyuguhkan tontonan yang berbeda dari tontonan pada umumnya. Ini bermaksud agar seni dapat terus hidup di tengah situasi pandemi Covid-19 ini.
Selain tayangan di YouTube
Komunitas Salihara ini, terdapat cara lain untuk tetap menyelenggarakan
pertunjukan karya sastra di tengah pandemi ini dan dapat mendukung pencegahan
wabah Covid-19 ini dengan menyelenggarakan atau menyuguhkan pertunjukan
mendongeng sebuah cerita rakyat. Pertunjukan mendongeng cerita rakyat secara
langsung di situasi seperti ini dirasa sangat memungkinkan karena mendongeng
cerita rakyat tidak membutuhkan banyak orang—bahkan satu orang saja bisa. Ini
tidak akan menyalahi imbauan Pemerintah untuk tidak berkerumun. Kendati memang
untuk orang-orang yang dibelakang layar dalam pertunjukan ini perlu
memperhatikan kontak fisik satu sama lain. Konsep pertunjukannya bisa dibilang
sangat sederhana. Pertunjukan ini bisa dilaksanakan oleh satu orang narator,
satu orang penata lampu, satu orang penata rias, satu orang penata musik, dan
satu orang videographer. Pertunjukan
bisa dilakukan hanya dengan mengandalkan lima orang saja. Seorang narator bisa
juga berperan sebagai tim literatur dengan mencari atau menentukan sendiri
cerita rakyat yang akan didongengkan. Sedangkan penata lampu, penata musik
menyesuaikan dengan kondisi panggung ketika narator mendongengkan sebuah cerita
rakyat. Cerita rakyat yang didongengkan pun tak perlu banyak, bisa saja hanya
satu cerita per hari.
Konsep acaranya sederhana: pembacaan cerita rakyat,
imbauan untuk tetap di rumah saja, dan mengajak orang-orang untuk berdonasi
guna membantu orang-orang yang kesulitan di masa-masa seperti ini. Pembacaan
cerita rakyat dilakukan dengan penghayatan yang mendalam, suara yang bisa menyesuaikan
dengan masing-masing tokoh dalam cerita rakyat, dan mimik wajah yang mendukung
setiap dialog dalam adegan supaya menambah ketertarikan penonton untuk
memperhatikan lebih serius. Pembacaan tersebut tentunya direkam oleh seorang videographer kemudian mengunggahnya di
kanal YouTube. Kalau tidak,
melangsungkan siaran langsung di YouTube agar
videographer tak perlu susah payah
untuk mengedit hasil rekaman pembacaan cerita rakyat tersebut. Penata musik dan
penata lampu menyesuaikan dengan kondisi yang ada dalam cerita rakyat tersebut.
Setelah selesai mendongeng, narator tetap mengimbau masyarakat untuk tetap di
rumah. Selain itu, narator juga mengajak masyarakat yang menonton untuk bisa
berdonasi membantu orang-orang yang kesulitan, baik itu tenaga medis ataupun
orang-orang yang terpaksa harus tetap keluar rumah untuk mencari rezeki.
Lalu, apakah dengan pertunjukan mendongeng sebuah
cerita rakyat ini dapat mencegah penyebaran Coivid-19 di Indonesia? Saya yakin
bisa, namun tidak 100%. Akan tetapi, pertunjukan ini dirasa memiliki banyak
manfaat di tengah situasi yang membosankan seperti ini. Pertama, pertunjukan
ini dapat bermanfaat untuk mengusir rasa bosan selama masa karantina mandiri
pandemi Covid-19. Tayangan mengenai karya sastra bisa dikatakan cukup jarang
diangkat oleh stasiun televisi di Indonesia baik pada situasi normal atau
situasi pandemi seperti ini. Ini bisa menjadi nilai tambah bagi
tayangan-tayangan yang berbau karya sastra untuk dapat menarik minat penonton.
Dengan semakin banyaknya orang yang betah #DiRumahAja dengan suguhan
tayangan-tayangan yang berbobot, tentu dapat setidaknya mencegah penularan baru
Covid-19 ini. Tayangan-tayangan out of
the box seperti ini jelas dibutuhkan masyarakat agar membuatnya tetap
berdiam diri di rumah. Selain itu, pertunjukan ini juga bermanfaat untuk
menyebarluaskan cerita rakyat yang mungkin belum banyak diketahui orang.
Sehingga masyarakat luas dapat mengetahui keragaman sebuah cerita rakyat dari
tiap-tiap daerah di Indonesia. Terakhir, pertunjukan ini juga dapat menjadi
sarana pembelajaran, khususnya bagi anak-anak. Pertunjukan ini misalnya
disaksikan oleh orang dewasa yang mempunyai seorang anak. Setelah menyaksikan
pertunjukan ini, orang tersebut menceritakan cerita yang ia saksikan kepada
anaknya. Sang anak akan belajar dari cerita yang disampaikan ayahnya tersebut
dan mulai meniru sifat-sifat baik yang dimiliki tokoh dalam cerita tersebut.
Sehingga ayah dan anak memiliki kegiatan yang positif selama masa karantina
ini.
Sesungguhnya banyak hal atau kegiatan yang bisa
dilakukan di tengah pandemi Covid-19 ini. Tentunya, hal-hal yang dilakukan
tidak keluar dari koridor-koridor peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah.
Kita bisa mencari sendiri kegiatan yang dirasa positif untuk diri kita. Apakah
kita ingin menonton sebuah pertunjukan karya sastra atau menonton sinetron di
televisi, seharusnya tidak menjadi masalah. Sesungguhnya masing-masing orang
memiliki pemikiran dan jalan masing-masing untuk mengusir rasa kebosanan yang
menghinggapinya.
Comments
Post a Comment